Sabtu 27 Jan 2024 14:43 WIB

PP Muhammadiyah Desak Jokowi Cabut Pernyataan

PP Muhammadiyah mendesak Jokowi untuk mencabut pernyataan soal presiden berkampanye.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo. PP Muhammadiyah mendesak Jokowi untuk mencabut pernyataan soal presiden berkampanye.
Foto: Suara Muhammadiyah
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Trisno Raharjo. PP Muhammadiyah mendesak Jokowi untuk mencabut pernyataan soal presiden berkampanye.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan pernyataan sikap terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengatakan bahwa Presiden boleh berkampanye dan berpihak. Terbaru, Jokowi menyebut bahwa ucapannya tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) dengan mengutip ketentuan Pasal 299 dan Pasal 281.

"Sikap (Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah) ini dipandang penting mengingat Muhammadiyah memiliki peran dan tanggung jawab keumatan dan kebangsaan untuk tetap menjaga nalar demokrasi yang diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa Indonesia ini agar tidak diseret sesuka hati elit politik berdasarkan keinginan dan kepentingannya masing-masing," kata Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo dalam keterangannya, Sabtu (27/1/2024).

Baca Juga

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menekankan sejumlah poin yang jadi sikap PP Muhammadiyah terkait pernyataan Presiden Jokowi tersebut. Pertama,  mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak.

"Meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara," ujarnya.

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga mendesak Presiden Jokowi untuk menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan Pemilu yang tensinya semakin meninggi.

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga meminta kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitifitasnya dalam melakukan pengawasan, terlebih terhadap dugaan digunakannya fasilitas negara (baik langsung maupun tidak langsung) untuk mendukung salah satu kontestan Pemilu.

"Menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan Pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu," ucapnya. 

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi ada kecurangan untuk dijadikan sebagai bahan/referensi memutus perselisihan hasil Pemilu.

Trisno mengatakan sikap ini penting dilakukan oleh MK agar putusannya bukan sekedar mengkalkulasi suara, tetapi lebih jauh dari itu untuk memastikan penyelenggaraan Pemilu telah berlangsung dengan segala kesuciannya. 

"Tidak dinodai oleh pemburu kekuasaan yang menghalalkan segala cara," ungkapnya. 

Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga mengajak seluruh rakyat untuk bersama-sama mengawasi penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pemilu, dan utamanya penyelenggara negara. Ia menilai pengawasan semesta ini diperlukan untuk memastikan Pemilu berlangsung secara jujur, adil, dan berintegritas.

"Agar diperoleh pimpinan yang legitimated dan berintegritas serta memastikan tidak adanya penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara oleh penyelenggara negara," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement