Rabu 22 Nov 2023 19:00 WIB

Isu Netralitas Aparat Perlu Disertai Bukti

Bawaslu berperan dalam mencegah ketidaknetralan aparat.

Diskusi publik bertajuk menakar isu Netralitas, fakta atau strategi kampanye yang digelar Formasi Indonesia Moeda di Gedung Aula PGRI Kampus A Unindra, Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2023).
Foto: Dok Republika
Diskusi publik bertajuk menakar isu Netralitas, fakta atau strategi kampanye yang digelar Formasi Indonesia Moeda di Gedung Aula PGRI Kampus A Unindra, Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Formasi Indonesia Moeda Syifak Muhammad Yus menanggapi tudingan soal netralitas baik di kalangan TNI, Polri, maupun ASN dalam Pemilu 2024.

Hal itu dikatakan Syifak dalam kegiatan diskusi publik bertajuk menakar isu “netralitas, fakta atau strategi kampanye” yang digelar Formasi Indonesia Moeda di Gedung Aula PGRI Kampus A Unindra, Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2023).

Baca Juga

Menurut Syifak, pihak yang menuding soal adanya pelanggaran netralitas harus berdasarkan bukti yang kuat, bukan sekadar isu belaka yang hanya membuat gaduh dan menimbulkan disinformasi.

"Jangan sampai pihak yang menggaungkan isu ini bertujuan sekadar mencari simpati publik terhadap partai tertentu," kata Syifak, Selasa (22/11/2023).

Dikatakan Syifak, dalam setiap pemilu, isu netralitas aparat negara selalu ramai dibicarakan, termasuk menghadapi Pemilu 2024, isu ini juga gencar diembuskan oleh para tim sukses pasangan calon (paslon). Syifak menambahkan, tuduhan netralitas penyelenggara tentunya ini meninggalkan pertanyaan, benarkah tuduhan tersebut atau isu tersebut sengaja digelindingkan sebagai bagian dari strategi kampanye?

“Satu hal yang pasti, isu ini bisa berpengaruh pada legitimasi pemilu 2024 dan mengancam stabilitas politik,” paparnya.

Oleh karena itu, Syifak mendorong agar setiap kali ada temuan yang berpotensi melanggar atau menyinggung soal netralitas dari penyelenggara negara sebaiknya segera melaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

“Pentingnya peran aktif Bawaslu untuk pencegahan tidak netralnya aparat negara. Jangan menjadikan isu netralitas pemilu ini sebagai upaya menggiring opini, apalagi sebagai strategi kampanye,” tegasnya.

Lanjut Syifak mengatakan sepatutnya setiap pihak yang menduga telah terjadi peristiwa pelanggaran pemilu harus melaporkan ke Bawaslu sebagai lembaga yang memang bertugas menjadi wasit di pemilu. Bukan malah menyebar luaskan tanpa melapor ke saluran resmi negara.

Begitu pula dengan isu netralitas aparat negara maupun penyelenggara pemilu. Isu ini harus betul-betul terverifikasi kebenarannya oleh Bawaslu sebelum menggelinding menjadi opini publik.

“Tanpa bukti-bukti yang valid, isu netralitas pada pemilu 2024 merupakan upaya penggiringan opini yang bisa mengancam kedamaian dan kerukunan kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa bukti yang valid, isu ini bisa mentriger bermunculannya banyak fitnah dan hoaks pada Pemilu 2024,” jelasnya.

Lebih lanjut Syifak mengatakan, jangan sampai isu dugaan pelanggaran netralitas penyelenggara negara menjadi tuduhan tak berdasar atau menjadi kabar hoaks yang sengaja diciptakan untuk menyerang lawan.

“Berita hoaks dapat menjadi ancaman bagi kepercayaan terhadap penyelenggara negara, menimbulkan potensi disintegrasi bangsa, jika fitnah dan hoaks terus beredar secara terstruktur, sistematis dan masif. Setiap isu apa pun tanpa dilandasi bukti yang konkret merupakan fitnah dan hoaks yang harus dicegah,” paparnya.

Dikatakan Syifak, pilpres adalah kompetisi sesama anak bangsa bukan perang saudara. Karena itu, pentingnya penekanan pada kampanye positif bagi setiap kontestan agar perdamaian, kerukunan dan persatuan Indonesia tetap terjaga.

“Mari sama-sama merawat dan menjaga kerukunan dan persatuan Indonesia. Kampanye Pilpres harus diisi dengan kampanye positif, bulan kampanye negatif,” tukas Syifak.

Diketahui dalam diskusi tersebut dihadiri Ulta Levenia Nababan dari Tim Kampanye Muda (TKN) Pemilih Muda Prabowo Gibran, Marhadi Komisioner KPU Kota Jakarta Timur dan Nudzran Yusya peneliti Lab Psipol UI sekaligus dosen Psikologi Universitas Syiah Kuala.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement