Senin 11 Dec 2023 20:29 WIB

Survei Ipsos Potret Dinamika Elektoral Pascapendaftaran Capres-Cawapres

Terjadi perubahan peta elektoral pascapendaftaran capres-cawapres.

Ilustrasi pilpres 2024
Foto: Infografis Republika.co.id
Ilustrasi pilpres 2024

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ipsos Public Affairs menggelar survei tatap muka untuk memotret perkembangan dan dinamika elektoral pascapendaftaran bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden. Survei digelar pada 19 - 28 November 2023 di 34 Provinsi di Indonesia. Jumlah sampel sebanyak 2.000 responden, usia 17 tahun ke atas atau sudah menikah, diambil dengan metode multistage random sampling, wawancara tatap muka menggunakan aplikasi Ipsos iField Computer-Assisted Personal Interviews (CAPI). Margin Error : ±2,19% dengan tingkat kepercayaan 95%.

“Survei ini memotret dinamika elektoral pasca pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden sehingga terjadi perubahan peta elektoral secara signifikan,”ujar Deputi Direktur Ipsos Public Affairs Sukma Widyanti dalam paparannya via daring, Senin (11/12/2023).

Baca Juga

Sukma menjelaskan, dinamika pasca deklarasi Calon Presiden secara tidak langsung memberikan efek ekor jas sehingga berdampak terhadap peta elektabilitas partai politik. 

Dari sisi elektabilitas partai politik, terdapat sepuluh partai yang berpotensi masuk parlemen yaitu : PDIP (20 persen) , 

Gerindra (19 persen), Golkar (9 persen), PKB (9 persen), Nasdem (7 persen), PKS (6 persen), Demokrat (4 persen), PPP (3 persen), PAN (3 persen) dan PSI (2 persen). 

Dibanding survei bulan Oktober 2023, PDI Perjuangan mengalami penurunan 5 persen sedang PSI menjadi berpeluang masuk parlemen.

“Perlu diperhitungkan juga kemana arah suara undecided voters terhadap tiga paslon dalam pilpres kali ini. Disukai atau tidak, arah dukungan Jokowi boleh jadi menjadi kunci kemenangan dalam pilpres selain faktor mesin politik parpol dan relawan pendukung dari masing-masing paslon,”katanya.

“Dalam simulasi tiga kandidat perolehan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka menempati posisi teratas (42,66), disusul Ganjar Pranowo – Mahfud MD (22,95%) dan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar (22,13%), dan tidak jawab sebesar 12,26%,”tuturnya.

Sementara itu, pengamat politik Ipsos Public Afffairs Arif Nurul Imam dalam tanggapannya meyampaikan bahwa profil  menarik adalah pada mereka yang masih belum menentukan pilihan yaitu 12,26 persen Sebab, sebesar 9,15% nya adalah pemilih Jokowi – Ma’ruf, dan 1,25 persen adalah pemilih Prabowo – Sandi. 

“Pergeseran peta elektabilitas, paska resmi berpasangan ketiga pasangan calon terjadi perubahan signifikan, di mana Prabowo-Gibran melonjak signifikan, sementara Ganjar-Mahfud mengalami penurunan dan Anies-Muhaimin mengalami kenaikan tipis,”ujarnya.

Menurut Arif, melonjaknya elektabilitas Prabowo-Gibran dipicu persepsi publik bahwa dukungan Jokowi hampir pasti diberikan kepada pasangan calon nomor urut dua, sehingga menjadi magnet bagi pendukung Jokowi-Ma’ruf Amin 2019 untuk memberikan dukungan. Sementara itu secara alamiah, elektabilitas Ganjar-Mahfud MD mengalami kemerosotan signifikan lantaran basisnya yang berasal dari pendukung Jokowi, sebagian besar mengalihkan dukungan pada Prabowo- Gibran.

Jika pemilih yang belum menentukan pilihan, tersebar secara merata di ketiga pasangan calon, atau lebih besar kepada pasangan Ganjar – Mahfud atau Anies – Muhaimin, maka pemilihan presiden akan berlangsung dua putaran.

“Jika ternyata dalam dua bulan kedepan paslon nomor dua bisa menarik sebagian besar dari undecided voters yang memilih Jokowi – Ma’ruf Amin di 2019, maka bisa dipastikan pilpres akan berlangsung satu putaran,” ujarnya.

Ipsos selain menjadi anggota Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), juga merupakan anggota Association for Global Research Agency Worldwide (ESOMAR) yakni asosiasi riset internasional yang melakukan audit secara periodik terhadap para anggotanya. Untuk diketahui, Ipsos merupakan lembaga riset internasional yang berpengalaman di dunia global. Lembaga yang berkantor pusat di Perancis ini beroperasi di 90 negara, selain dikenal melakukan riset pasar, juga melakukan riset social politik, termasuk di Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement