Kamis 14 Dec 2023 15:16 WIB

Pengamat: Keluarnya Prabowo dari Oposisi tidak Kurangi Polarisasi

Keputusan Prabowo meninggalkan sisi oposisi murni keputusan politik.

Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menyeka keringat saat debat perdana Calon Presiden di Halaman gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat capres perdana mengangkat tema Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, kerukunan masyarakat, dan pelayanan publik.  Debat tersebut berlangsung selama 120 menit yang terdiri dari 6 segmen dan 18 pertanyaan yang dipandu oleh moderator Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menyeka keringat saat debat perdana Calon Presiden di Halaman gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat capres perdana mengangkat tema Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, kerukunan masyarakat, dan pelayanan publik. Debat tersebut berlangsung selama 120 menit yang terdiri dari 6 segmen dan 18 pertanyaan yang dipandu oleh moderator Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pakar politik dari Universitas Andalas Padang Asrinaldi menilai berpindahnya calon presiden Prabowo Subianto dari barisan oposisi ke jajaran kabinet tidak mengurangi polarisasi masyarakat.

 

Baca Juga

"Faktanya 'kan tetap saja polarisasi masyarakat tetap ada. Apakah pendukung Gerinda semuanya langsung tidak menyerang Presiden RI Joko Widodo? Ternyata tidak juga 'kan?" kata Asrinaldi di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

 

Menurut dia, polarisasi di tengah masyarakat terjadi lantaran adanya kekecewaan simpatisan Prabowo yang selama ini mendukung sejak Pilpres 2014 dan 2019. Asrinaldi mengatakan bahwa mereka mendukung Prabowo lantaran dianggap sebagai simbol perubahan untuk melawan Joko Widodo.

 

Walau demikian, kekecewaan itu muncul ketika Prabowo justru menyeberang ke barisan kabinet untuk membantu Jokowi. "Kalau orang dengan tingkat pendidikan tinggi, dia bisa memaklumi, tidak ada ada pengaruhnya. Akan tetapi, kalau untuk orang dengan tingkat militansi tinggi mendukung Prabowo, kemudian Prabowo meninggalkannya, itu pasti kecewa," kata dia.

 

Ia menilai keputusan Prabowo meninggalkan sisi oposisi murni keputusan politik. "Sebenarnya tidak ada persoalan, baik bergabung maupun tidak bergabung. Umumnya lebih banyak masyarakat menyayangkan sikap Pak Prabowo bergabung dengan Presiden Jokowi," kata dia.

 

Sebelumnya, Tim Kampanye Nasional (TKN) menjelaskan bahwa Prabowo Subianto tidak menjadi oposisi dan masuk ke pemerintah untuk menghindari gesekan masyarakat.

 

"Pak Prabowo diajak bergabung ke Pak Jokowi guna mengakhiri polarisasi tajam di tengah masyarakat," kata Juru Bicara Bidang HAM dan Konstitusi TKN Prabowo-Gibran, Munafrizal Manan, saat ditemui di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (13/12/2023).

 

Menurut Munafrizal, perpecahan tersebut sudah terjadi sejak duel Prabowo dan Joko Widodo terjadi pada Pilpres 2014 dan 2019. Munafrizal mengatakan bahwa Prabowo mendapat ajakan dari Joko Widodo untuk bergabung dalam kabinet setelah pemilu selesai.

 

Prabowo pun setuju untuk bergabung guna menciptakan stabilitas politik yang aman dan tenteram. Calon presiden Anies Baswedan pada debat pilpres pertama pada Selasa (12/12) malam mengatakan bahwa Prabowo Subianto tidak tahan menjadi oposisi. Hal tersebut karena Prabowo mau masuk ke dalam tubuh pemerintah sebagai Menteri Pertahanan RI.

 

Hal tersebut yang dinilai Anies menimbulkan ketidakseimbangan dalam berdemokrasi lantaran tidak adanya oposisi yang berfungsi mengkritisi pemerintah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement