REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mohammad Mahfud Mahmodin alias Mahfud MD menemui perwakilan dari organisasi, pegiat, dan kaum difabel perempuan di Posko Teuku Umar 9, Jakarta Pusat, Kamis (14/12/2023) malam. Dalam pertemuan tersebut perwakilan difabel menyampaikan beberapa aspirasi dan kesulitan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari serta minimnya bantuan dari pemerintah kepada mereka.
"Ini juga harus menjadi perhatian kita bersama terutama akses-akses ini nanti kita tata kembali dan inventarisir masalahnya," kata Mahfud, Kamis.
Dalam kesempatan itu Mahfud juga mendengar langsung dari para pegiat difabel bahwa disabilitas tidak bisa disamaratakan. Menurut mereka, masing-masing punya karakteristik yang memerlukan perhatian yang berbeda.
Mantan Hakim Konstitusi itu pun memahami bahwa kebijakan pemerintah untuk penyandang disabilitas tidak bisa dibuat seragam. "Disabilitas itu tidak sembarang disabilitas sehingga dibuat kebijakan yang seragam tidak bisa, tapi misalnya yang cerebral palsy ini kan ini saja sudah 6.000 (orang) belum disabilitas yang jenis lain," ujarnya.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan pemerintah sudah mengatur agar setiap lapangan kerja baik milik pemerintah maupun swasta menyediakan kuota bagi penyandang disabilitas, meski kadang pada praktiknya masih ada kekurangan. Namun, Mahfud menegaskan hal tersebut harus segera ditangani dan ditata ulang.
"Menurut keluhan-keluhan yang tadi saya catat memang perhatian pemerintah perlu ditingkatkan. Undang-Undang Dasar (UUD) kita itu menyatakan setiap warga negara, itu dengan arti setiap orang, kalau artinya hak asasi jadi kalau orang sehat maupun tidak sehat itu menjadi tanggung jawab negara untuk menjamin hak haknya," kata Mahfud.
Sebelumnya pasangan duet Mahfud, Ganjar Pranowo, mengatakan hal serupa dalam Debat Capres pertama pada Selasa (12/12/2023). Ganjar mengatakan kelompok rentan harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan menciptakan pelayanan publik berkeadilan.
Dia mengatakan selalu melibatkan kelompok rentan perempuan, penyandang disabilitas, lanjut usia, anak-anak, orang tua, serta kelompok rentan lain dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang). "Kenapa? Agar pengambil keputusan aware. Mereka (pemimpin) peduli apa yang mereka (kaum rentan) rasakan," kata Ganjar.
Menurut dia, ketercakupan kelompok rentan dan pengambilan keputusan itu sangat penting dalam pembangunan, agar kepentingan semua pihak bisa diakomodasi dan tidak ada penolakan di kemudian hari. "Kesetaraan dalam perencanaan pembangunan itulah yang kami harapkan bisa merepresentasikan apa yang mereka harapkan. Sehingga, fisiknya kalau bangun, mereka paham mana yang akan menggunakan, sehingga tidak ada lagi protes," tegas Ganjar.