Rabu 03 Jan 2024 15:47 WIB

TPN Minta Surat Perlindungan untuk Korban Kekerasan Oknum TNI di Boyolali

TPN meminta surat perlindungan untuk korban kekerasan oknum TNI di Boyolali, Jateng.

Ifdhal Kasim (berdiri). TPN meminta surat perlindungan untuk korban kekerasan oknum TNI di Boyolali, Jateng.
Foto: Republika
Ifdhal Kasim (berdiri). TPN meminta surat perlindungan untuk korban kekerasan oknum TNI di Boyolali, Jateng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan surat perlindungan bagi para relawannya yang menjadi korban dugaan kekerasan oknum TNI di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

"Harus ada perlindungan kepada mereka, sebab kita tahu bahwa korban ini kan ingin diperlakukan secara manusiawi juga. Karena itu, mereka juga harus terhindar dari berbagai macam bentuk intimidasi, apalagi dalam keadaan sakit," kata Direktur Penegakan Hukum dan Advokasi Tim Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Ifdhal Kasim, saat mengunjungi Kantor Pust Komnas HAM di Jakarta, Rabu (3/1/2024).

Baca Juga

Ifdhal menjelaskan pihaknya telah beraudiensi dengan Komnas HAM, Rabu siang, untuk meminta dilakukan investigasi atas kasus penganiayaan yang terjadi pada Sabtu (30/12) di depan Markas Kompi B Yonif Raider 408/SBH, Boyolali, Jawa Tengah.

Permintaan untuk dilakukan investigasi itu merupakan bentuk perlindungan terhadap relawan di lapangan. Dalam pertemuan di Kantor Komnas HAM tersebut, TPN Ganjar-Mahfud bernisiatif meminta Komnas HAM mengeluarkan surat perlindungan bagi para korban, termasuk rekomendasi yang akan diberikan pada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sesuai hasil investigasi.

"Kami mendorong pada Komnas HAM, selaku badan yang independen, untuk menginvestigasi masalah ini. Kemudian, ada perlindungan yang lebih spesifik, yaitu memberikan surat kepada instansi yang bersangkutan sebagai bentuk dari perlindungan terhadap korban dan keluarga, sehingga mereka tidak ada perasaan ketakutan," kata Ifdhal.

Menurut Ifdhal, oknum TNI yang terlibat dalam insiden pengeroyokan tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar HAM para relawan, yakni hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam tidak manusiawi.

Terlebih, lanjutnya, dari tujuh relawan yang menjadi korban, tiga di antaranya masih harus dirawat inap secara intensif di rumah sakit akibat luka-luka yang diderita. Ifdhal pun khawatir jika di kemudian hari korban atau keluarga korban mendapatkan ancaman, maka hal itu akan menghambat penyembuhan korban.

Selain itu, dengan adanya perlindungan dan rekomendasi resmi dari Komnas HAM, hal itu dapat mencegah instansi tanpa kewenangan akan menghukum masyarakat dengan bertindak semena-mena, terlebih menggunakan kekuasaan untuk melakukan tindak kekerasan.

Ifdhal pun menyampaikan Komnas HAM merespons positif dan akan memberikan perhatian secara khusus terhadap kasus kekerasan di Boyolali. Komnas HAM pun memastikan penegakan hukum terhadap para pelaku akan terus berjalan.

"Kita tahu sekarang dari yang disampaikan oleh Puspen TNI bahwa terhadap pelaku pelanggaran HAM itu sudah ditetapkan sebagai tersangka. Artinya, akan ada proses hukum kepada mereka. Untuk memastikan proses hukum ini, Komnas HAM akan melakukan pemantauan terhadap mereka," kata Ifdhal.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM Pramono Ubaid Tantowi mengatakan pihaknya akan mengeluarkan surat perlindungan kepada korban peristiwa pengereyokan tersebut sebagai respons cepat dari Komnas HAM.

Hanya saja, kata Pramono, dalam kasus dugaan pengeroyokan terhadap relawan Ganjar-Mahfud itu, laporan yang diserahkan masih perlu didalami untuk mendapatkan kronologis lebih rinci dan runut.

Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud juga perlu melengkapi sejumlah barang bukti, seperti salinan visum ketujuh korban hingga salinan video dari kamera pengawas (CCTV) guna melakukan analisis lebih lanjut.

"Tentu, kami juga akan melihat kasus ini dulu. Kami menunggu kelengkapan alat-alat bukti. Dari situ, kami akan mempertimbangkan seberapa urgen kami mengeluarkan surat perlindungan," ujar Pramono.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement