Senin 08 Jan 2024 17:54 WIB

Setara: Debat Capres Abaikan Isu Papua dan UU Peradilan Militer

Setara Institute menilai debat ketiga mengabaikan isu Papua dan UU Peradilan Militer.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Bilal Ramadhan
Para capres saat di acara debat, Ahad (7/1/2024) malam. Setara Institute menilai debat ketiga mengabaikan isu Papua dan UU Peradilan Militer.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Para capres saat di acara debat, Ahad (7/1/2024) malam. Setara Institute menilai debat ketiga mengabaikan isu Papua dan UU Peradilan Militer.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Debat ketiga Pilpres 2024 dengan tema Pertahanan, Keamanan, Hubungan Internasional, Globalisasi, Geopolitik, dan Politik Luar Negeri merupakan isu-isu yang krusial dalam setiap regenerasi kepemimpinan nasional.

Namun sayang debat yang menghadirkan tiga capres Prabowo Subianto, Anies Rasyid Baswedan, dan Ganjar Pranowo itu gagal menyentuh aspek-aspek substansial dari tema-tema serius yang berkaitan langsung dengan eksistensi bernegara tersebut.

Baca Juga

Setara Institute memberikan empat catatan dari hasil debat yang digelar pada Ahad (7/1/2024) malam tersebut. Catatan terpenting, menurut Setara, terkait dengan hal-hal substansial turunan mandat reformasi, terkait Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan spesifik menyangkut soal sektor keamanan.

“Isu-isu krusial terkait dengan reformasi TNI dan sektor-sektor keamanan, gagal, dan diabaikan oleh masing-masing capres,” kata Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan dalam siaran pers, yang diterima wartawan di Jakarta, pada Senin (8/1/2024).

Halili menerangkan, masing-masing capres, memang ada menyampaikan soalan-soalan penguatan alat utama sistem pertahanan (alutsista). Materi tersebut menyangkut perihal pertahanan.

Pun juga para capres, juga saling setuju dalam meningkatkan kesejahteraan para prajurit untuk peningkatan akselerasi peran serdadu TNI. Namun kata Halili, para capres tak menyentuh isu-isu paling substansial menyangkut soal reformasi TNI yang kini berusaha untuk kembali masuk paksa ke ranah-ranah sipil. Seperti, kata Halili, isu perluasan penempatan TNI pada jabatan sipil, terutama jabatan di luar ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI 34/2004.

Bahkan, kata Halili, para capres tak ada yang menyentuh krisis para anggota TNI yang melakukan tindakan di luar kewenangannya terkait dengan hukum-hukum sipil.

“Minimnya perhatian para capres pada persoalan-persoalan ini, dikhawatirkan mengakibatkan habituasi, atau pembiasaan terhadap kondisi perluasan TNI tersebut. Dan problem faktualnya, sudah mulai terjadi di beberapa tempat,” kata Halili.

Setara Institute mengambil contoh tindakan para prajurit TNI yang tanpa kewenangan mengambil alih penindakan terhadap prilaku masyarakat pengguna knalpot brong. Selain itu, kata Halili, para capres pun tak menyentuh persoalan tentang pentingnya pembahasan soal UU Peradilan Militer.

“Jamak diketahui, bahwa Undang-undang tersebut, memberikan kontribusi yang tinggi terhadap impunitas para anggota TNI yang melakukan perbuatan melawan hukum. Dan itu mengabaikan aspek persamaan di depan hukum, dan menjadi sorotan pada aspek akuntabilitas dan transparansi,” kata Halili.

Juga kata Halili, para capres terlalu fokus pada isu pertahanan, dan keamanan yang menyangkut soal alutsista, dan kesejahteraan para prajurit, tetapi gagal menyampaikan gagasan tema-tema tersebut ke dalam persoalan internal seperti kondisi Papua.

“Isu Papua, bukan hanya dibicarakan dalam konteks HAM (hak asasi manusia). Isu Papua, seharusnya diurai dalam konteks debat tadi malam menyangkut soal pertahanan, dan keamanan. Karena eskalasi konflik bersenjata yang ada di Papua, sudah memunculkan zona-zona yang tidak aman bagi kehidupan masyarakat di Papua, dan sudah menimbulkan korban jiwa dari masyarakat biasa, TNI, maupun Polri,” kata dia menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement