Kamis 18 Jan 2024 02:21 WIB

Soal Pencegahan Korupsi, Prabowo Usulkan Pejabat Kemenhan Dapat Bintang 3

Prabowo yakin butuh pendekatan sistemik untuk memberantas korupsi

Rep: Febryan A/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Capres dan cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan gagasannya saat menghadiri acara Penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (PAKU Integritas) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024). Kegiatan yang diselenggarakan KPK tersebut dihadiri oleh ketiga pasangan capres dan cawapres nomor urut 1, 2 dan 3 dengan tujuan untuk menyampaikan terkait persoalan dan hambatan KPK dalam pemberantasan korupsi sehingga para pasangan capres dan cawapres tersebut dapat terlibat dalam penyelesaian persoalan yang dihadapi KPK.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Capres dan cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan gagasannya saat menghadiri acara Penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas (PAKU Integritas) di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/1/2024). Kegiatan yang diselenggarakan KPK tersebut dihadiri oleh ketiga pasangan capres dan cawapres nomor urut 1, 2 dan 3 dengan tujuan untuk menyampaikan terkait persoalan dan hambatan KPK dalam pemberantasan korupsi sehingga para pasangan capres dan cawapres tersebut dapat terlibat dalam penyelesaian persoalan yang dihadapi KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) nomor urut 2 sekaligus Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto mengaku sempat mengajukan pemberian pangkat jenderal bintang tiga kepada prajurit TNI yang berdinas di Kementerian Pertahanan dan bertugas mengelola anggaran negara dalam jumlah besar.

Hal itu ia sampaikan ketika memaparkan solusi pemberantasan korupsi, dalam acara Paku Integritas yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/1/2024).

Prabowo awalnya menyampaikan bahwa perlu pendekatan sistemik dalam memberantas korupsi. Pendekatan tersebut salah satunya diwujudkan dengan meningkatkan gaji pejabat negara, terutama yang mengelola anggaran negara dalam jumlah besar, terlebih dahulu.

Dia menjadikan pejabat Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebagai contoh. Prabowo menyebut, ada pejabat yang mengelola anggaran triliunan rupiah, tapi gajinya sama besar dengan pejabat yang pekerjaannya tak mengelola anggaran jumbo.

"Ini sudah saya ajukan, sudah 2-3 tahun untuk jabatannya dinaikkan. Mungkin tidak dari gaji, tapi dari kehormatan, saya mau usulkan pejabat-pejabat di kemenhan yang mengendalikan anggaran begitu besar diberi bintang 3," kata Prabowo.

"Tapi sampai sekarang ya (ada kendala) birokrasi dan sebagainya (sehingga) belum tembus," ujarnya menambahkan.

Lebih lanjut, Prabowo mengatakan, penambahan gaji pejabat negara diharapkan bisa membuat mereka tidak lagi berniat melakukan korupsi. Apabila setelah gajinya dinaikkan tapi masih melakukan korupsi, maka akan ditindak dengan sekeras-kerasnya.

Selain penindakan, bisa diterapkan pula sistem pembuktian terbalik kepada para pejabat. "Bila perlu pembuktian terbalik. Tidak perlu kita tunggu delik pengaduan, tetapi pejabat yang mau menjabat jabatan penting harus transparan dan bisa dilihat," kata Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Secara garis besar, sistem pembuktian terbalik berarti seseorang harus membuktikan bahwa harta yang dimilikinya berasal dari sumber-sumber yang sah. Apabila tidak bisa membuktikan, maka si pejabat itu patut diduga telah melakukan korupsi.

Prabowo juga mendukung pemberian sanksi berat kepada pejabat yang tak jujur dalam membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "Saya sangat dukung LHKPN untuk ditegakkan dan diberi sanksi manakala LHKPN itu tidak jujur. Semua kekayaan harus dilaporkan!" ujarnya

Sebelum Prabowo berbicara, Ketua KPK Nawawi Pomolango lebih dulu menyampaikan bahwa ada empat hambatan yang dihadapi dalam memberantas korupsi. Salah satunya soal LHKPN.

Nawawi menjelaskan, UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah landasan KPK memeriksa LHKPN. Namun, beleid tersebut tidak mengatur sanksi yang tegas kepada pejabat yang LHKPN-nya tidak mencantumkan seluruh hartanya.

"Akibatnya, saat ini kepatuhan penyampaian LHKPN secara lengkap diabaikan oleh sekitar 10 ribu dari 371 ribu penyelenggara negara," kata Nawawi

Bahkan, lanjut dia, pejabat yang LHKPN-nya tidak lengkap ternyata tetap diangkat untuk mengisi jabatan "pembantu presiden ataupun jabatan lainnya". Karena itu, Nawawi meminta para capres dan cawapres yang nantinya terpilih untuk memperkuat peran LHKPN.

"KPK meminta komitmen nyata dari calon presiden dan wakil presiden ketika nanti terpilih untuk menguatkan peran LHKPN dengan pemberian sanksi berupa pemberhentian dari jabatan publik pada pembantu presiden atau pimpinan instansi yang lembaganya tidak patuh terhadap kewajiban penyampaian LHKPN secara lengkap," ujarnya.

Lebih lanjut, Nawawi meminta presiden dan wakil presiden terpilih nantinya untuk menerapkan kebijakan pemberhentian terhadap pejabat yang ketahuan menyembunyikan hartanya dari LHKPN. Dia juga meminta agar hasil pemeriksaan LHKPN yang dilakukan KPK dijadikan rujukan untuk mempromosikan atau mengangkat pejabat publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement