Jumat 19 Jan 2024 05:55 WIB

Sekum PP Muhammadiyah Soroti Manuver Pilpres 2024 Satu Putaran

Pilpres ini bukan seperti memutar rolet, jangan ada pihak yang memaksakan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti di kantor DPP Partai Nasdem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2023).
Foto: Republika/Eva Rianti
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti di kantor DPP Partai Nasdem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Rabu (15/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (Sekum PP) Muhammadiyah, Prof Abdul Mu’ti mengibaratkan keinginan sekelompok pihak untuk menjadikan Pemilihan Presiden (pilpres) 2024, hanya satu putaran seperti layaknya judi rolet. Dia meminta jangan ada pemaksaan kehendak atau manuver untuk menjadikan pilpres hanya satu putaran.

"Memangnya (judi) rolet, mutarnya sekali saja. Pilpres ini bukan seperti memutar rolet. Jangan ada pihak yang memaksakan, apalagi menggunakan cara-cara yang tidak sesuai konstitusi dan perundang-undangan untuk capai tujuan," ujar Mu’ti dalam webinar nasional Moya Institute bertajuk 'Demokrasi Indonesia Terancam?' di Jakarta, Kamis (18/1/2024).

Mu’ti juga menegaskan semua pihak harus menghormati aturan main, terutama dalam netralitas aparatur negara. Secara khusus, Mu’ti meminta Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk bersikap netral, di tengah keraguan publik karena putranya, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

Mu’ti juga mendorong elemen masyarakat sipil (civil society) untuk tidak diam menyuarakan agar praktik demokrasi diselenggarakan secara bermartabat, terutama untuk mewujudkan pilpres yang bersih dari kecurangan. Terlebih, Mu’ti melihat kondisi bangsa ini sedang tidak baik-baik saja. Sehingga harus ada upaya yang dilakukan agar kualitas demokrasi bisa pulih kembali.

Mu’ti menyebut, tiga ukuran sebagai indikator pemilu berkualitas. Pertama, proses penyelenggaraan yang berkualitas diukur dari pendataan, pelaksanaan pemungutan suara, dan penghitungan hasil pemungutan suara.

"Tiga proses ini sangat menentukan kualitas demokrasi. Harus diupayakan oleh KPU agar tidak ada warga yang punya hak politik kehilangan haknya," ucap Mu’ti

Pemerhati isu-isu strategis dan global, Prof Imron Cotan sepakat dengan Mu'ti bahwa pelaksanaan pilpres dan pileg harus dikawal oleh masyarakat sipil. Hal itu agar tuduhan dukungan Presiden Jokowi kepada pasangan Prabowo-Gibran, serta narasi penggunaan infrastruktur kekuasaan untuk kepentingan politik pemenangan kontestasi politik 2024, dapat terbantahkan. 

“Jangan lupa, demokrasi Indonesia kini disoroti oleh dunia dan oleh negara-negara sahabat, khawatir terjadinya regresi demokrasi. Jangan sampai tujuan Indonesia emas berubah menjadi cemas," ucap Imron.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement