REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Capres nomor urut dua Prabowo Subianto menegaskan, Indonesia harus menjadi negara yang mandiri dan mampu mengelola kekayaan yang dimiliki dengan hati-hati. Ia juga mengingatkan, intensi bangsa lain tidak selalu baik karena tidak ada teman yang abadi.
"Saya selalu ingatkan hati-hati karena persaingan antara bangsa kejam. Jangan mengira bangsa lain sayang dengan kita. There are no permanent friend and no permanent enemy, only permanent interest," kata Prabowo saat melakukan pertemuan dengan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) di Graha Oikumene, Jakarta, Jumat (19/1).
Ia melanjutkan, yang dimaksud dari kepentingan abadi (permanent interest) adalah keinginan sebuah negara untuk selalu memenuhi kebutuhan bangsanya sendiri. Oleh karena itu, Indonesia harus bijaksana karena kekayaan alamnya banyak diinginkan oleh bangsa lain, sejak ratusan tahun lalu.
"Kepentingan abadi adalah ingin hidup cukup oleh semua bangsa, semua kelompok etnis, semua negara, semua kelompok manusia," ujarnya.
"Dan yang punya kekayaan (untuk) memungkinkan hidup sejahtera di antaranya Indonesia. Apa yang kita tidak punya? Iya kan," tambahnya.
Jika dikelola dengan baik, Indonesia mampu menjadi lumbung pangan dunia. Selain itu, terdapat potensi besar menciptakan swasembada energi melalui pemanfaatan green energy.
"Energi kita nanti green tidak banyak negara bisa seperti kita, 100 persen kita bisa green energy dan 100 persen dari dalam negeri kita sendiri," kata Prabowo.
Ia lalu mencontohkan biosolar kini sudah diolah sebagian dari kelapa sawit. Ketika diolah 100 persen, maka Indonesia diperkirakan mampu menghemat sekitar 25 milIar dolar AS per tahun.
"Sekarang bisa bikin B35 persen solar dari kelapa sawit. Saya sudah bicara dengan beberapa pakar, kita bisa nanti B100 (atau) 100 persen solar dari kelapa sawit," imbuhnya.
"Sekarang saja B35 kita sudah hemat kurang lebih 10 miliar dolar AS tiap tahun devisa. Kalau nanti kita menuju ke B100, kita bisa hemat 25 miliar dolar AS tiap tahun," ujar Prabowo.