REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pakar Hukum Administrasi Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Ridwan menyoroti isu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, maupun Polri. Menurutnya pelaksanaan Pemilihan Umum 2024 harus terus dikawal agar demokratis, akuntabel, dan bermartabat.
"ASN, TNI, dan Polri tidak boleh menunjukkan keberpihakan pada kandidat atau partai yang menjadi peserta pemilihan umum. Baik dalam Pilpres maupun Pemilu Legislatif," kata Ridwan dalam acara Podcast Lexi-Social Justice FH UII yang ditayangkan secara daring, Jumat, (19/1/2024).
Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara UII tersebut mengatakan hal sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Selain itu,
para ASN, TNI, dan Polri, selama menduduki jabatan publik dan menjalankan fungsi publik, juga harus memahami bahwa mereka menjalankan fungsi dan kebijakan publik beserta dukungan sumber dana dan sumber daya publik.
"Mereka menjadi 'Abdi Negara', pelayan publik, perekat dan pemersatu bangsa. Oleh karena itu, ketika ada kontestasi politik khususnya pemilu, mereka harus netral. Mereka harus tetap mengenakan 'baju dinas', bukan 'baju parpol'," ucapnya.
Ridwan menjelaskan bagi pejabat publik, TNI, Polri, ASN, yang mau melibatkan diri dalam kontestasi politik, harus melepas atribut 'Abdi Negara' beserta dukungan sumber dana dan sumber dayanya. Menurutnya seorang pejabat publik yang masih menduduki jabatan publik dan melibatkan diri dalam proses pemilu, memberikan dukungan pada calon tertentu, tanpa melepaskan atributnya, bukan saja tercela secara etik, tetapi juga melanggar hukum.
"Kami mendorong agar ASN, TNI, dan Polri tetap menjaga netralitas dan mari bersama-sama mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan bermartabat," ungkapnya.