REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran telah resmi melaporkan koran gelap Achtung, yang isinya dianggap memfitnah Prabowo Subianto, ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pembuat laporan adalah Wakil Ketua TKN, Habiburokhman.
"Achtung sudah kita laporkan atas nama saya. Saya yang melapor dengan memberikan kuasa kepada tim kuasa," kata Habiburokhman saat konferensi pers terkait skenario penjegalan Prabowo-Gibran di Media Center TKN, Jakarta Selatan, Ahad (21/1/2024).
Habiburokhman mengatakan, Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran di 20 provinsi juga telah melaporkan koran Achtung ke kepolisian daerah masing-masing. Sebab, koran Achtung tersebar di 20 provinsi itu, terutama di kota-kota besarnya.
"Saya pikir nantinya semua laporan itu akan disentralisir di Bareskrim Mabes Polri, karena tindak pidananya terjadi di berbagai provinsi atau lintas provinsi," ujar Habiburokhman sembari memperlihatkan LP Bareskrim Polri pertanda laporan atas namanya sudah diterima.
Wakil Ketua Komisi III (bidang hukum) DPR RI itu menyebut, dirinya sebenarnya sudah tahu siapa pihak yang membuat koran Achtung. Kendati demikian, pihaknya menyerahkan kepada Polri untuk mengungkap kasus tersebut secara profesional.
Berdasarkan keterangan TKN, koran Achtung beredar sejak awal Januari 2024. Koran gelap itu tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Pekanbaru, Lampung, serta sejumlah daerah lain seperti Jawa Barat, Aceh, dan Sumatera Utara.
Pada halaman utamanya, koran Achtung menulis 'Inilah Penculik Aktivis 1998' dengan latar foto Prabowo. Habiburokhman mengatakan, koran itu memuat tulisan yang menyebut capres nomor urut 2, Prabowo Subianto sebagai penculik aktivis reformasi '98.
Habiburokhman tegas membantah narasi koran Achtung tersebut. Setidaknya, kata dia, ada empat fakta hukum yang membuktikan Prabowo tidak terlibat dalam kasus penculikan ataupun penghilangan aktivis 98.
Pertama, tidak ada keterangan saksi dalam persidangan terhadap Tim Mawar Kopassus TNI AD yang menyebutkan adanya perintah Prabowo untuk menculik aktivis 98. Sebagai catatan, Prabowo merupakan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus 1995-1998.
Fakta kedua, kata dia, keputusan Dewan Kehormatan Perwira No. KEP/03/VIII71998/DKP dengan terperiksa Letjen Prabowo Subianto bukanlah keputusan peradilan dan bukan keputusan lembaga setengah peradilan.
"Itu sifat putusannya pun hanya rekomendasi dan ini bisa dilihat di akhir keputusan tersebut," ujarnya.
Fakta ketiga, Presiden ke-3 RI, BJ Habibie memberhentikan Prabowo dari TNI dengan hormat. Keempat, Komnas HAM tidak bisa melengkapi hasil penyelidikan pelanggaran HAM berat yang dituduhkan kepada Prabowo, kepada Kejaksaan Agung sejak 2006.
"Padahal menurut ketentuan Pasal 20 UU Nomor 26 Tahun 2000, waktu Komnas HAM untuk melengkapi hasil penyelidikan tersebut hanyalah 30 hari," ujarnya.