Senin 22 Jan 2024 20:23 WIB

Survei: 42,96 Persen Mahasiswa akan Terima Uang tanpa Pilih Kandidat di Pemilu 2024

65,73 persen mahasiswa pesimistis bahwa praktik politik uang dapat dihilangkan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tolak politik uang.   (ilustrasi). Sebanyak 42,96 persen mahasiswa menyatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Tolak politik uang. (ilustrasi). Sebanyak 42,96 persen mahasiswa menyatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praxis PR mendapat temuan menarik setelah mengadakan #PraxiSurvey ketiga. Temuan ini berkaitan dengan praktik politik uang (money politics) yang masih terjadi di Tanah Air. 

"Sebanyak 42,96 persen mahasiswa menyatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat. Selanjutnya, 20,08 persen mahasiswa akan menerima uang dan akan memilih kandidat, sementara 10,99 persen lainnya menyatakan tidak akan menerima uang dan tidak akan memilih kandidat," kata Director of Public Affairs Praxis PR, Sofyan Herbowo, dalam paparannya pada Senin (22/1/2024). 

Sofyan mengatakan riset ini menunjukkan pandangan mahasiswa yang independen. Survei ini, menurut dia, membuktikan bahwa praktik politik uang tidak mampu memengaruhi pilihan mereka. 

"Saya berharap survei ini dapat mendorong mahasiswa untuk memilih dengan bijak demi menjaga keberlanjutan ekosistem demokrasi yang sehat," ujar Wakil Ketua Umum Public Affairs Forum Indonesia (PAFI) itu. 

Analisis berdasarkan Socioeconomic Status (SES) menunjukkan bahwa semakin tinggi SES, praktik politik uang semakin tidak efektif. Data melaporkan 15,94 persen dari upper class, 19,89 persen dari middle class, dan 29,21 persen dari lower class mengaku akan menerima uang dan memilih kandidat yang diminta. 

"Di sisi lain, 47,51 persen dari upper class, 41,98 persen dari middle class, dan 27,12 persen dari lower class mengatakan akan menerima uang namun tidak memilih kandidat yang diminta," ujar Sofyan. 

"Temuan lainnya, 65,73 persen mahasiswa pesimis bahwa praktik politik uang dapat dihilangkan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia," ujar Sofyan. 

Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM Arga Pribadi Imawan memaparkan hasil kualitatif yang menjelaskan alasan mengapa mahasiswa masih menerima uang meskipun mayoritas tidak akan memilih. Ia menyebut pemilu diibaratkan seperti ‘pesta’ sehingga memberikan dan menerima uang maupun barang dianggap sebagai sesuatu yang harus atau wajar untuk dilakukan.

"Di tengah asumsi tentang kegemaran anak muda menerima politik uang serta memilih kandidat yang memberikan uang, hasil survei justru menunjukkan tentang anak muda yang masih rasional dalam menentukan pilihannya," ujar Arga.

Diketahui, survei kali ini mengusung tajuk “Aspirasi dan Preferensi Mahasiswa pada Pemilu 2024”. Sebagai kelanjutan dari riset yang dilaksanakan pada April dan Agustus 2023, survei dilakukan dengan pendekatan mixed method atau menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif.

Riset kuantitatif survei dilaksanakan pada 1-8 Januari 2024 kepada 1.001 mahasiswa dengan rentang usia 16-25 tahun di 34 provinsi di Indonesia. Praxis kemudian berkolaborasi dengan Election Corner (EC) Fisipol UGM untuk mengkaji temuan kuantitatif dengan melakukan riset kualitatif pada 15 Januari 2024.

Riset berformat Focus Group Discussion (FGD) ini melibatkan empat akademisi dan mahasiswa perwakilan Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Mulawarman (Unmul), dan Universitas Nusa Cendana (Undana).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement