Senin 22 Jan 2024 20:58 WIB

Dosen Universitas Paramadina: Elektabilitas Cak Imin dan Mahfud Bisa Naik 

Hendri Satrio menganggap, penampilan Gibran bisa menggerus elektabilitas Prabowo.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI sekaligus dosen Universitas Paramadina, Hendri Satrio.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI sekaligus dosen Universitas Paramadina, Hendri Satrio.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensat) mengomentari performa debat ketiga calon wakil presiden (cawapres) dalam debat keempat Pilpres 2024 yang berlangsung di Jakarta pada Ahad (21/1/2024) malam WIB. Dia menyoroti tentang substansi dari penyampaian cawapres 1 Abdul Muhaimin Iskandar dan 3 Mahfud MD yang bisa meningkatkan elektabilitas. 

Menurut Hensat, secara keseluruhan, Muhaimin alias Cak Imin berhasil mencuri perhatian publik dan Mahfud MD sangat menguasai substansi. Sedangkan, ia menilai, cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka tampil kebablasan.

"Kemarin kita cukup melihat substansi yang dikuasai Prof Mahfud dan Cak Imin dan tentu saja mereka sudah memahami sehingga mereka juga bisa tampil bagus secara show. Mas Gibran tampil terlalu percaya diri sehingga terlalu banyak gimmick yang ditampilkan yang membuat ia melampaui etika, kesopanan, dan kepantasan dalam sebuah perhelatan pemilihan presiden," kata Hensat dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (22/1/2024). 

Dosen Universitas Paramadina tersebut menilai, Cak Imin dan Mahfud MD memulai debat dengan menunjukkan sisi kritis mereka mengenai program food estate yang banyak disorot oleh berbagai kalangan masyarakat. Mulai akademisi hingga aktivis lingkungan mengkritik food estate di Kalimantan.

Hensat mengaku, menyayangkan sikap Gibran yang hanya mementingkan sisi penampilan saja dan hanya fokus kepada gimmick. Sehingga, wali kota Solo tersebut malah beberapa kali melupakan pertanyaan yang dilontarkan oleh Cak Imin dan Mahfud.

"Mas Gibran itu banyak gimmick yang akhirnya dia melupakan pertanyaan yang dilontarkan oleh lawan debatnya. Misal pertanyaan Pak Mahfud soal redistribusi, kemudian konsep trisaktinya Bung Karno. Kemudian kepada Gus Imin juga sama yang malah fokus ke botol plastik yang mungkin saja botol itu disediakan oleh panitia. Jadi banyak hal yang membuat Gibran tidak fokus ke substansi," jelas Hensat. 

Selain persoalan gimmick, hal yang turut dikritisi pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI tersebut dari Gibran adalah mengenai etika dan kesopanan. Menurut Hensatm cara Gibran mempermalukan lawan debatnya berlebihan dan tidak disukai banyak orang.

"Gayanya dia yang ingin mempermalukan Cak Imin dan Pak Mahfud seperti mencari-cari jawaban Pak Mahfud dan menyinggung Cak Imin yang baca catatan walau itu diperbolehkan, tentu itu tidak disukai oleh banyak orang dan mungkin juga tidak disukai oleh gen-Z," tutur eks juru bicara capres Anies Rasyid Baswedan tersebut.

Hensat meyakini, performa Cak Imin dan Mahfud pada debat keempat dapat membantu menaikan elektabilitas pasangan masing-masing. Namun, lain halnya dengan Gibran yang bukan tidak mungkin justru menggerus elektabilitas Prabowo.

"Jadi Prof Mahfud dan Cak Imin benar-benar membantu capresnya dalam meningkatkan elektabilitas, dan bila Prabowo-Gibran terus tampil seperti ini bukan tidak mungkin elektabilitasnya akan kembali turun jadi mereka harus berhati-hati," tutur Hensat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement