Rabu 24 Jan 2024 13:03 WIB

Habiburokhman: Presiden Boleh Dukung Capres Mana Pun

Tak ada hukum yang dilanggar jika presiden mendukung salah satu capres.

Wakil Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman menegaskan siapapun yang berstatus sebagai warga negara Indonesia berhak menentukan dukungan di Pemilu. (ilustrasi)
Foto: Dok. TKN
Wakil Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman menegaskan siapapun yang berstatus sebagai warga negara Indonesia berhak menentukan dukungan di Pemilu. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman, menegaskan siapa pun yang berstatus sebagai warga negara Indonesia berhak menentukan dukungan dan pilihannya dalam Pemilu 2024.

Hal tersebut diungkap Habiburokhman merespons sejumlah tudingan yang belakangan membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) seolah melanggar hukum dan etika ketika menunjukkan arah dukungannya pada salah satu paslon. Adapun beberapa waktu terakhir, Jokowi disebut condong memihak paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran. 

Baca Juga

"Narasi tersebut adalah sesat karena secara prinsip dan etik, tidak ada yang salah juga. Tidak ada satu ketentuan hukum pun yang dilanggar kalau Pak Jokowi mendukung salah satu calon dalam Pilpres," kata Habiburokhman menegaskan, Rabu (24/1/2024). 

"Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya," sambungnya. 

Menurut Habiburokhman, sesat berpikir itu bahkan menyasar pada Jokowi yang seolah akan menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan salah satu paslon.

"Logika tersebut runtuh sejak awal karena  Pasal 7 konstitusi kitab bahkan mengatur seorang Presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai Presiden incumbent," kata dia. 

"Poinnya selama tidak menyalahgunakan kekuasaan, Presiden boleh mengungkapkan dukungannya," ujar dia. 

Habiburokhman pun menyebut sejumlah contoh yang terjadi di Amerika Serikat, di mana seorang Presiden incumbent mendukung bahkan berkampanye untuk salah satu calon presiden periode berikutnya. 

"Tahun 2008 Presiden George W Bush mendukung John McCain melawan Barrack Obama, tahun 2016 giliran Obama mendukung Hillary Clinton yang bertarung melawan Donald Trump," ujar Habiburokhman. 

Ia pun meminta masyarakat untuk tidak khawatir berlebihan. Sebab hingga saat ini, negara masih memegang aturan yang ketat untuk mencegah presiden menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya atau calon yang didukung. 

Habiburokhman memaparkan salah satu aturan itu termuat dalam Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017 yang secara umum mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. 

Selain itu, lanjut Habiburokhman, negara juga memiliki Basan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan mengamati langkah-langkah seputar pemilu, di mana kinerja mereka dipantau oleh Dewan Kehoratan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

"Intinya, kita tidak perlu khawatir apabila Presiden menggunakan haknya untuk mendukung salah satu paslon, karena ada aturan berlapis yang jelas dan ada lembaga penegak hukum yang jelas untuk memastikan tidak terjadinya penyalahgunaan kekuasaan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement