Sabtu 27 Jan 2024 05:38 WIB

Mahfud Janji akan Bentuk Lembaga Peradilan Khusus Agraria

Permasalahan agraria adalah sumber konflik berbahaya jika tidak segera diselesaikan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD menerima banyak laporan dari masyarakat terkait pertanahan dan agraria. Masalah tersebut kerap menyebabkan konflik, baik antarmasyarakat maupun yang melibatkan aparat.

"Laporannya banyak, setiap saya ke daerah itu laporannya. Itu perlu menjadi perhatian kita untuk pemerintahan ke depan, siapapun yang memerintah," ujar Mahfud dalam acara "Tabrak Prof!", Jumat (26/1/2024).

Baca Juga

Salah satu keluhan disampaikan Yafri Mahesa, yang menyebut Provinsi Lampung merupakan daerah dengan kasus konflik tanahnya paling besar di Indonesia. Yafri menyebutkan sejumlah wilayah yang pernah mengalami konflik terkait tanah seperti dia Talangsari dan Rajabasa.

Mahfud mengatakan, konflik pertanahan atau sengketa memang kerap terjadi di berbagai daerah Indonesia. Ia pun menawarkan penyelesaiannya jika diamanahkan rakyat terpilih pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Ribuan kasus tanah di Indonesia muncul, akan kita bentuk lembaga pengadilan adhoc khusus untuk menyelesaikan kasus agraria yang jumlahnya ribuan," ujar Mahfud.

Ia pun menegaskan menegaskan pentingnya reformasi agraria untuk menciptakan negara yang aman, adil, dan sejahtera. Karenanya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu mendorong kasus-kasus tersebut agar segera diselesaikan.

"Karena itu adalah sumber konflik yang berbahaya kalau tidak segera diselesaikan dari sekarang," ujar Mahfud.

Adapun dalam debat cawapres, Mahfud mengungkapkan bahwa penyelesaian persoalan sumber daya alam (SDA) terjadi karena tidak adanya keterbukaan informasi. Ia menyebutkan pengalamannya selama menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK), di mana data-data penyerobotan lahan selalu dianggap rahasia.

Mahfud merasa dalam penyelesaian konflik agraria, tidak boleh ada data yang dirahasiakan. Karena itu akan merugikan masyarakat yang tanahnya diserobot.

"Permainannya buruk, selalu disembunyikan, tak ada penyelesaian menyeluruh. Harus ada keterbukaan data-data itu jadi basis penyelesaian. Kami ikut dalam upaya penyelesaian satu peta," ujar Mahfud.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement