REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Aiman Witjaksono, bersama tim hukumnya mendatangi kantor Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di Jakarta Selatan. Mereka mengadu terkait proses pemeriksaan di Polda Metro Jaya, termasuk penyitaan telepon genggam dan tiga barang milik Aiman oleh penyidik meski statusnya masih sebagai saksi.
"Kami merasa dalam upaya penyitaan ini ada hal-hal yang bersifat terburu buru, dan kami meminta kepada Kompolnas untuk bisa turut serta melakukan fungsi pengawasan, fungsi kontrol juga dalam proses penyidikan yang terjadi di Polda Metro Jaya," ujar Wakil Direktur Eksekutif Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Finsensius Mendrofa, Selasa (30/1/2024).
Finsensius menilai upaya penyitaan yang dilakukan oleh penyidik Polda Metro Jaya terkesan tergesa-gesa. Apalagi, pada saat itu penyidik hanya memiliki surat ketetapan penyitaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas ponsel Aiman.
Sehingga hal ini perlu menjadi catatan bagi Kompolnas terkait tindakan penyidik Polda Metro Jaya tersebut. "Terkait tiga barang bukti lainnya tidak diberikan izin dalam surat izin penyitaan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ini perlu dicatat," tegas Finsensius.
Selain itu mereka juga mendesak Kompolnas memantau kasus pernyataan Aiman terkait dengan polisi tidak netral pada Pemilu 2024. Dalam perkara ini Aiman dilaporkan oleh enam kelompok masyarakat ke Polda Metro Jaya. Hingga saat ini Aiman sudah dua kali menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Masing-masing pada saat tahap penyelidikan dan penyidikan.
"Kami menyerahkan surat pengaduan sekaligus surat permohonan perlindungan hukum kepada Saudara Aiman Witjaksono," ucap Finsensius
Aiman dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait pernyataannya yang menyebut bahwa ada sejumlah anggota Polri yang keberatan terhadap perintah komandan untuk memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu. Kemudian pernyataan Aiman tersebut dilaporkan ke pihak kepolisian dan akhirnya jurnalis televisi tersebut diproses hukum.
Dia dipersangkakan Pasal 28 (2) Jo Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahum 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) perihal ujaran kebencian. Lalu Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana perihal penyebaran berita bohong.