REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, menilai elektabilitas pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak otomatis akan langsung naik begitu Mahfud mengumumkan mundur dari jabatannya sebagai Menko Polhukam. Menurut Khoirul, kenaikan elektabilitas Ganjar-Mahfud tergantung narasi lanjutan yang akan mereka kemukakan.
“Tapi jika tidak ada narasi kuat dan intensitas serangan yang signifikan, maka keputusan mundur dari kursi Menkopolhukam ini tidak akan menciptakan ledakan elektoral yang berarti,” kata Khoirul, Kamis (1/2/2024).
Khoirul menilai mundurnya Mahfud ini akan memberikan keleluasaan ruang dan narasi bagi Mahfud untuk mengonsolidasikan basis kekuatan dan dukungan baru, terutama dari undecided voteds. Menurut dia di dua minggu tersisa jelang Pilpres 14 Februari mendatang Mahfud tidak akan lagi terkungkung oleh tanggung jawab jabatan dan protokoler.
“Jika Mahfud pegang data dan informasi, yang bisa di-generate menjadi pukulan telak bagi kredibilitas pemerintahan Jokowi dan Paslon 02, maka keputusan mundur dari kabinet ini akan menjadi gelombang kekuatan yang efektif untuk menahan rival terberatnya di kubu 02 yang menargetkan kemenangan satu putaran,” ucap Khoirul.
Khoiril menambahkan keputusan Mahfud untuk mundur ini juga merepresentasikan sikap PDIP yang saat ini kian lantang menyatakan perang terbuka pada Jokowi.
“Pertanyaan selanjutnya, jika keputusan Mahfud mundur direstui Ketum PDIP Megawati, lalu apakah 7 pos Menteri dan Wakil Menteri PDIP di kabinet Jokowi saat ini juga akan diminta mundur, ataukah tetap diarahkan untuk bertahan di pemerintahan Jokowi?” ujae Khoirul.
Ia menambahkan jika ternyata PDIP memilih membiarkan para Menteri dan Wakil Menterinya bertahan di pemerintahan, hal itu mengindikasikan terjadinya inkonsistensi sikap politik PDIP, yang seolah terkesan nyari aman dan nyaman jelang pertempuran politik 2024 ini.