Sabtu 03 Feb 2024 07:04 WIB

Timnas Amin: Bansos tak Efektif Tekan Angka Kemiskinan di Era Jokowi

Timnas Amin sebut bansos tidak efektif menekan angka kemiskinan di era Jokowi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
Warga antre untuk menukarkan kupon bantuan sosial saat operasi gerakan pasar murah dan bansos. Timnas Amin sebut bansos tidak efektif menekan angka kemiskinan di era Jokowi.
Foto: ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Warga antre untuk menukarkan kupon bantuan sosial saat operasi gerakan pasar murah dan bansos. Timnas Amin sebut bansos tidak efektif menekan angka kemiskinan di era Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies-Muhaimin "AMIN' menyoroti angka penurunan kemiskinan selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut tidak berkurang secara signifikan. Program yang dielu-elukan semacam bantuan sosial (bansos) dianggap tidak efektif.

Anggota Dewan Pertimbangan Timnas Pemenangan AMIN Awalil Rizky mengungkapkan bahwa jumlah penduduk miskin sejak September 2014 hingga Maret 2023 hanya berkurang 1,83 juta orang. Hal itu mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca Juga

Awalil lantas membandingkan data itu dengan data penurunan kemiskinan era kepemimpinan sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada era SBY, jumlah penduduk miskin dari tahun 2004 hingga Maret 2013 berkurang 8,08 juta orang.

"Terlepas dengan adanya Covid-19, kemiskinan di era pak Presiden Jokowi hanya berkurang 1,83 juta orang. Secara persentase hanya berkurang 1,60 persen. Bandingkan dengan pemerintahan SBY, berkurangnya 8 juta atau 5,29 (persen)," kata Awalil di Rumah Koalisi Perubahan Jalan Brawijaya X, Jakarta Selatan, Jumat (2/2/2024). 

Awalil menuturkan, menurut hematnya, kondisi itu disebabkan karena penerima bansos yang masih belum tepat sasaran. Hal ini, dilihat dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2023.

Data tersebut menunjukkan, realisasi penerima bantuan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Bantuan Pangan Nontunai (BPNT), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk masyarakat ekonomi ke bawah tidak sampai angka 60 persen.

"Ini indikasi bahwa program perlindungan sosial tidak cukup efektif. Harusnya secara teoretis, minimal 80 persen itu untuk kuintil 1 dan 2, atau desil 1 sampai 4. Jadi ada puluhan juta sasaran (penerima bantuan) yang bisa diperbaiki," ungkapnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufiqurrahman mengungkapkan bahwa penyaluran bansos saat ini tidak bisa menurunkan angka kemiskinan secara efektif di Indonesia. Yang dapat menekan kemiskinan adalah pendapatan masyarakat yang ditingkatkan.

"Bansos itu enggak efektif untuk menurunkan kemiskinan. Justru yang cukup efektif itu ada di peningkatan income karena itu akan mendongkrak konsumsi. Ini lebih sustain," kata Rizal. 

Senada, Ekonom Senior CORE Indonesia Hendri Saparini menyampaikan, bansos masih diperlukan bagi kelompok masyarakat miskin. Akan tetapi, pendekatannya perlu lebih inovatif, dengan upaya lainnya seperti perluasan lapangan kerja. 

"Jangan sampai salah buat strategi. Dari survei kami, anak muda tidak bicara ingin bansos, tetapi lapangan pekerjaan, misalnya lewat program magang. Memang betul sebagian besar masih membutuhkan bansos, tetapi ke depan program bansos perlu lebih inovatif," ujar Hendri. 

Oleh sebab itu, menurutnya, penambahan pendapatan melalui lapangan pekerjaan menjadi kunci dalam pengentasan kemiskinan. "Bisa selesaikan kemiskinan dengan memberi lapangan pekerjaan dan penghidupan layak. Selama ini bansos kurang tepat sasaran. AMIN harus ada pendekatan baru. Harus ada new approach (pendekatan baru)," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement