Ahad 04 Feb 2024 15:21 WIB

Prof Tjandra Harap Debat Capres Terakhir Bicarakan Kesehatan Bangsa 

Debat capres harus membahas program kesejahteraan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Erdy Nasrul
Capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD bersalaman dengan Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto  dan Gibran Rakabuming Raka sebelum Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Ahad (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Foto: Republika/Prayogi
Capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD bersalaman dengan Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebelum Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Ahad (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama berharap debat calon presiden (capres) terakhir nanti mengangkat tema kesehatan yang bersifat strategis dan dapat meningkatkan derajat kesehatan bangsa.

Dia berharap semua pasangan calon sudah menyadari situasi sehat bukan hanya menyembuhkan orang yang sudah jatuh sakit, tapi juga soal menjaga kesehatan masyarakat yang sudah sehat. 

Baca Juga

“Tentu kita berharap, semua pasangan calon sudah menyadari situasi sehat bukan hanya menyembuhkan orang yang sudah jatuh sakit, tetapi yang jauh lebih penting adalah agar masyarakat kita yang sehat dapat tetap menjaga status kesehatannya,” jelas Tjandra.

Program kesehatan yang diperlukan bukan hanya menyembuhkan yang sudah sakit, melainkan jauh lebih luas dari itu. Menurut dia, memberi prioritas pada penyakit dan masalah kesehatan tertentu tentu penting, tetapi menjaga kesehatan masyarakat agar tidak jatuh sakit merupakan hal yang lebih penting. Dia menilai, ada yang jauh lebih penting dari membangun rumah sakit dan pelayanan spesialistik secara amat lengkap.

“Jauh lebih penting lagi melakukan berbagai program kesehatan masyarakat langsung di masyarakat agar anak bangsa dapat melakukan kebiasaan hidup bersih dan sehat dengan baik dan konsisten. Sebagai contohnya saja, membangun jamban di desa dapat punya peran sama pentingnya dengan mengadakan alat CT Scan di kota besar,” terang dia. 

Tjandra juga mengatakan, secara umum, setidaknya ada lima aspek mendasar tentang kesehatan yang diharapkan akan jadi materi debat nanti dan program kerja pimpinan bangsa di masa datang. Di antaranya, yakni menjaga yang sehat untuk tetap sehat, mencegah supaya yang sehat jangan sampai jatuh sakit, mendeteksi sejak amat dini jikalau ada gangguan kesehatan, dan tersedianya pelayanan kesehatan untuk menangani mereka yang sudah jatuh sakit.

“Kelima, menjaga ketahanan kesehatan bangsa atau national health security agar kita siap dan resilien menghadapi berbagai kemungkinan wabah, pandemi, dan masalah kesehatan besar di tahun-tahun mendatang,” kata Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi itu. 

Kemudian, dia menerangkan, setidaknya ada tujuh pendekatan dan program yang dapat dilakukan guna peningkatan derajat kesehatan bangsa. Pertama, penerapan program promotif dan preventif yang menjadi amat penting untuk benar-benar dilaksanakan dan harus menjadi prioritas utama. Kedua, penyediaan sarana, prasarana dan kemudahan untuk masyarakat hidup sehat.

“Ini mencakup upaya kesehatan yang amat luas, termasuk mulai dari ketersediaan gizi yang sehat bagi seluruh lapisan masyarakat, tersedianya sarana melakukan aktivitas fisik dan olah raga, pengendalian pencemaran udara dan pencemaran lingkungan lain, dan lainnya,” kata dia.

Ketiga, pendekatan yang dapat ditarik ke perspektif lebih luas lagi, misalnya ketersediaan lapangan kerja dan jaminan penghasilan yang memadai yang membuat seseorang dapat menjalankan hidupnya dengan sehat dan bahagia. Dia menilai perlu diperhatikan juga pentingnya pendekatan pembangunan berwawasan kesehatan, di mana segala aspek pembangunan harus perlu menimbang aspek kesehatan sebagai paramater pentingnya. 

Lalu, selain program menjaga kesehatan dan mencegah penyakit, maka tentu perlu upaya nyata deteksi sedini mungkin bila mungkin akan terjadi penyakit. Untuk ini perlu dilakukan upaya pemantauan yang terstruktur dengan baik diseluruh pelosok negeri kita, didukung dengan kemampuan pemeriksaan laboratorium yang baik pula. Untuk tingkat perorangan, perlu tersedianya sarana untuk melakukan pengecekan kesehatan berkala walaupun tidak sedang sakit, baik di kota maupun di desa.

“Orang dapat datang ke Puskesmas misalnya, bukan hanya untuk berobat kalau sakit, tetapi datang untuk mengecek rutin kesehatannya, tekanan darah atau laboratorium rutin, atau meminta nasehat gizi atau cara olahraga yang baik sesuai umurnya, atau konsultasi berhenti merokok dan kegiatan lain sejenis,” kata Tjandra. 

Apabila pada akhirnya sudah terjadi sakit, kata dia, maka tentu perlu pengobatan yang baik bagi seluruh lapisan masyarakat. Dalam hal itu, selain harus tersedianya pelayanan spesialistik yang canggih di rumah sakit, maka diperlukan pula konsep Universal Health Coverage (UHC). Di mana setiap orang harus dapat mengakses pelayanan kesehatan yang bermutu tanpa harus membebani kantongnya.

“Konsep lain yang juga penting diterapkan adalah pelayanan kesehatan primer alias Primary Health Care (PHC) di seluruh pelosok negara kita, termasuk daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan,” jelas dia.

Poin ketujuh, dia menekankan soal potensi adanya pandemi kembali di masa datang, yang tidak diketahui kapan terjadinya dan penyakit apa yang ada menjadi pencetusnya, dan juga akan terjadi berbagai wabah dan masalah kesehatan. Semua itu, kata dia, membutuhkan kesiapan atau preparedness yang bai, dalam bentuk ketahanan kesehatan yang mumpuni. 

“Ada tiga komponen penting dalam suksesnya program kesehatan di negara kita. Pertama, komitmen politik yang berorientasi kesehatan oleh penentu kebijakan publik, baik di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota. Kedua, dukungan anggaran kesehatan yang memadai untuk menangani masalah dari hulu ke hilir. Ketiga, sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang  mumpuni dan melayani dengan hati,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement