Rabu 07 Feb 2024 17:28 WIB

Bawaslu Koordinasi dengan Atase Kepolisian Terkait Dugaan Surat Suara Dicoblos di Malaysia

Kasus dugaan pencoblosan surat suara berpotensi masuk kategori tindak pidana.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (kiri) berbincang dengan Anggota Bawaslu Lolly Suhenty (kanan) di sela-sela memberikan keterangan terkait isu aktual pada tahapan kampanye di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (19/12/2023). 22 hari awasi kampanye, Bawaslu lakukan 90.716 upaya pencegahan, tangani 70 dugaan pelanggaran, 126 dugaan pelanggaran konten internet (siber) terkait Pemilu, dan menyelesaikan 13 sengketa proses antar-peserta Pemilu.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja (kiri) berbincang dengan Anggota Bawaslu Lolly Suhenty (kanan) di sela-sela memberikan keterangan terkait isu aktual pada tahapan kampanye di Kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (19/12/2023). 22 hari awasi kampanye, Bawaslu lakukan 90.716 upaya pencegahan, tangani 70 dugaan pelanggaran, 126 dugaan pelanggaran konten internet (siber) terkait Pemilu, dan menyelesaikan 13 sengketa proses antar-peserta Pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mulai menelusuri kasus dugaan suara suara Pemilu 2024 dicoblos secara ilegal oleh orang tak dikenal di Kuala Lumpur, Malaysia. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kuala Lumpur dikerahkan untuk mengumpulkan informasi lengkap terkait kasus tersebut.

"Kami sudah meminta Panwaslu Kuala Lumpur melakukan penelusuran. Saat ini penelusuran dilakukan kepada pihak-pihak terkait untuk mengecek kebenaran peristiwa," kata Komisioner Bawaslu RI, Lolly Suhenty kepada wartawan, Rabu (7/2/2024).

Baca Juga

Lolly mengatakan, kasus dugaan pencoblosan surat suara secara ilegal itu berpotensi masuk kategori tindak pidana pemilu. Karena itu, pihaknya berkoordinasi dengan Atase Polri pada Kedutaan Besar RI (KBRI) Kuala Lumpur.

"Karena potensi pidana pemilu, maka kami juga berkoordinasi dengan Atase Kepolisian KBRI," kata Koordinator Divisi Pencegahan, Sosialisasi, dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu RI itu.

Lolly mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan informasi berkaitan dengan fakta-fakta kasus ini mengingat proses penelusuran sedang berjalan. Dugaan sementara, surat suara yang dicoblos itu adalah surat suara pencoblosan metode pos.

Sebagai gambaran, metode pos berarti panitia pemilihan luar negeri (PPLN) mengirimkan surat suara menggunakan jasa pos ke alamat WNI yang berstatus sebagai pemilih. Kemudian, WNI mencoblos surat suara tersebut dan mengirimkannya kembali ke alamat PPLN.

Lolly mengakui, pihaknya kesulitan mengawasi pemilihan metode pos, meski kejadian surat suara dicoblos secara ilegal pernah terjadi di Malaysia pada Pemilu 2019 lalu. Sebab, setiap negara punya kebijakan berbeda atas pengiriman pos.

"Yang Bawaslu awasi pada proses persiapan pengiriman, yakni memastikan data pemilih pos tepat jumlah, tepat nama dan tepat tujuan sesuai alamat; serta proses kedatangan atau surat suara yang kembali," ujarnya.

Selain itu, kata dia, Bawaslu juga kesulitan karena tidak memiliki Panwaslu Luar Negeri yang khusus mengawasi metode pos. "Ini karena ketiadaan anggaran," kata Lolly.

Sebelumnya, beredar video yang menunjukkan sejumlah orang sedang mencoblos sejumlah surat suara pileg dan pilpres Pemilu 2024 di Malaysia. Untuk surat suara Pilpres 2024, para pelaku mencoblos pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar-Mahfud.

Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran menyebut, pencoblosan surat suara secara ilegal itu berarti telah terjadi dugaan kecurangan. TKN pun melaporkan kejadian itu ke Bawaslu RI kemarin, Selasa.

Wakil Ketua TKN, Habiburokhman mengatakan, selain membuat laporan ke Bawaslu, pihaknya juga akan mencari fakta kasus tersebut secara mandiri. TKN akan mengirimkan tim pencari fakta ke Malaysia.

Habiburokhman meyakini, dugaan pencoblosan surat suara secara ilegal itu melibatkan panitia pemilihan luar negeri (PPLN) dan oknum Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement