REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putra Presiden ke-3 Republik Indonesia yang juga mantan Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Ilham Akbar Habibie mengatakan bahwa kompetisi merupakan satu alat untuk menghasilkan yang terbaik. Namun ia mengingatkan, untuk mewujudkan tujuan tersebut membutuhkan keadilan atau fairness.
Ia mencontohkan dalam dunia ekonomi, di mana perusahaan yang terlalu besar akan mematikan usaha-usaha kecil yang lain. Karena hal tersebut dipandang sebagai bentuk ketidakadilan dalam kompetisi.
"Kalau dia terus seperti itu, akan unfair sehingga (kompetisi) tidak sehat, sehingga (perusahaan) diperintahkan untuk diperkecil atau dipecahbelahkan. Itu sudah sering terjadi, di Indonesia mungkin tidak banyak kasusnya, tapi di Amerika kasusnya banyak," ujar Ilham dalam sebuah diskusi di Habibie & Ainun Library, Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Keadilan atau fairness tadi juga harus diterapkan dalam konteks politik, yakni pemilihan umum (Pemilu) 2024. Sebab tujuan utama pemilu adalah melahirkan pemimpin yang benar-benar dipilih oleh rakyat.
Namun dalam prosesnya, sekali lagi diingatkannya diperlukan keadilan dan juga etika. Jika tidak, yang terpilih adalah bukan pemimpin terbaik hasil dari kompetisi yang sehat dan justru mencoreng nilai demokrasi.
"Karena kompetisi perlu melahirkan yang terbaik, dengan catatan kompetisi yang bersih, fair, adil, etika, moral," ujar Ilham.
"Jadi kata kunci kompetisi dalam konteks demokrasi atau ekonomi pasar itu memang satu keharusan. Dengan satu catatan, digarisbawahi, harus fair,kalau tidak kompetisi tidak akan berfungsi sebagai satu mekanisme untuk menghasilkan yang terbaik," sambungnya mengingatkan.
Satu hal yang juga diingatkan adalah terkait kompromi. Jangan sampai dalam elite politik di Indonesia memandang kompetisi sebagai alat kompromi untuk meminta "kue" atau jabatan kepada yang memenangkan Pemilu 2024.
"Kalau kompromi itu artinya kita bagi-bagi kue atau bagi-bagi kekuasaan, apa yang semula menjadi mandat kita untuk membawa negara menuju ke tujuan yang kita sepakati itu bukan kompromi yang baik," ujar Ilham.
"Jadi ada hal-hal yang tidak bisa dikompromikan. Jadi jangan kita melihat kompetisi itu otomatis menjadi kompromi," sambungnya.