REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Betty Epsilon Idroos menegaskan, Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) hanyalah alat bantu publikasi hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS), bukan hasil resmi penghitungan suara. Betty mengatakan, hasil resmi perolehan suara pemilu tetap akan dihitung secara berjenjang mulai dari TPS hingga akhirnya ditetapkan oleh KPU RI hasilnya paling lambat 35 hari setelah hari pemungutan suara.
“Sirekap ini alat bantu, bukan hasil resmi KPU. Hasil resmi KPU adalah tetap berjenjang dari TPS, direkap secara pleno di PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), berjenjang ke KPU kabupaten/kota, lalu ke KPU provinsi, dan selambat-lambatnya akan ditetapkan oleh KPU RI 35 hari sejak hari pemungutan suara,” kata Betty dalam konferensi pers di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (12/2/2024).
Di samping itu, Ketua KPU RI Hasyim Asyari juga memastikan Sirekap hanya alat bantu untuk memudahkan semua pihak terkait dalam mendapatkan informasi perolehan suara berdasarkan formulir C dari penghitungan di TPS. Jika ada kesalahan, maka koreksi akan dilakukan pada proses rekapitulasi di tingkat kecamatan, yang hasilnya juga akan diunggah ke dalam Sirekap.
“Jadi ini kepentingannya (Sirekap) yang pertama adalah mempercepat publikasi. Kemudian yang kedua mempermudah siapapun untuk bisa mengakses informasi tersebut karena jangkauannya kan 820.161 TPS,” ucap Hasyim.
Hasyim menjelaskan, setelah rekapitulasi suara di TPS selesai dilakukan, ada dua dari tujuh orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang ditugaskan untuk memotret formulir C ukuran plano untuk diunggah ke dalam Sirekap. Foto formulir tersebut akan masuk ke dalam data center KPU RI. Formulir C ukuran plano merupakan formulir yang pertama kali digunakan untuk mengadministrasikan hasil penghitungan suara di TPS.
“Kalau Pemilu 2014, 2019, (formulir) C yang plano ini disalin dulu ke C yang (ukuran) kuarto. Salah satu salinan formulir C kuarto ini yang kemudian dibawa ke KPU kabupaten, di-scan, kemudian dikirim ke data center. Jadi bedanya itu. Sirekap ini sudah digunakan di Pilkada 2020 kemarin,” kata Hasyim.
Dia mengatakan, formulir C ukuran plano yang diunggah ke dalam Sirekap adalah data apa adanya sesuai yang dipotret oleh petugas KPPS meskipun di dalamnya nanti ditemukan adanya kesalahan penulisan atau penghitungan. Menurut Hasyim, kesalahan-kesalahan yang ada di tingkat TPS itu nantinya akan dikoreksi pada proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan yang berupa formulir DA nantinya juga akan diunggah ke Sirekap sebagai data lanjutan.
“Hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan formulir DA itu juga nanti diunggah di Sirekap. Sehingga siapa pun nanti bisa membandingkan hasil di TPS dan juga hasil di tingkat kecamatan. Formulir itu diunggah dan siapa pun bisa mengaksesnya,” kata dia.
Karena itu, dia kembali menekankan, Sirekap hanya bersifat sebagai alat bantu agar Pemilu dapat berjalan secara transparan dan akuntabel. Di mana, dengan Sirekap prosesnya dapat dipantau dan disaksikan oleh siapa pun. Untuk keterbukaan itu pula di TPS semua pihak yang hadir dapat mendokumentasikan hasil penghitungan suara untuk dapat menjadikannya data pembanding jika memang diperlukan di kemudian hari.
“Siapapun makin banyak yang punya akses ke dokumen itu akan semakin banyak pembanding. Maka potensi-potensi kecurangan atau mainpulasi atau kecurigaan-kecurigaan lain dalam kegiatan rekapitulasi berikutnya akan bisa kita kontrol sama-sama,” jelas dia.