Selasa 13 Feb 2024 11:34 WIB

Budiman Sudjatmiko Ungkap Peran Krusial Faktor Geopolitik pada Pilpres 2024

Indonesia wajib bersiap dalam menghadapi dinamika geopolitik global

Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko menegaskan bahwa faktor geopolitik dan situasi global sangat krusial dalam menentukan nasib bangsa Indonesia
Foto: Republika/Febryan A
Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko menegaskan bahwa faktor geopolitik dan situasi global sangat krusial dalam menentukan nasib bangsa Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko menegaskan bahwa faktor geopolitik dan situasi global sangat krusial dalam menentukan nasib bangsa Indonesia kedepan. Menurut Budiman, jika Indonesia gagal mengelola transisi kekuasaan secara baik akan beresiko terhadap kekacauan sosial. 

“Konteks global, geopolitik, geoekonomi, dan geostrategi sangat penting pada Pilpres kali ini. Indonesia berada dalam posisi yang krusial dalam menghadapi resiko-resiko global. Kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang strategis dan visioner untuk mengelola hal tersebut, ” ucap Budiman Sudjatmiko kepada wartawan di Jakarta, Senin (12/2/2024). 

Budiman menguraikan, bahwa setidaknya ada tiga faktor geopolitik di yang menjadi resiko tingkat global  hari ini.  “Tiga faktor itu yang pertama adalah kondisi pasca pandemi, kedua; perang antar negara besar, dan yang ketiga; revolusi industri ke 4.” jelasnya. 

Pada faktor Pandemi, Budiman menjelaskan bahwa kondisi dunia yang hari ini masih berusaha pulih dari Pandemi Covid 19 mirip dengan kondisi seabad lalu saat pemulihan dari Pandemi Flu Spanyol. 

Pada faktor perang, Budiman menyebut hari ini terjadi perang yang konstan di berbagai belahan dunia, seperti perang Barat via Ukraina melawan Rusia. 

“Faktor terakhir adalah revolusi industri; yang mana abad lalu terjadi  revolusi industri kedua lewat penggunaan listrik, sementara yang sekarang adalah revolusi industri keempat lewat penggunaan teknologi digital dan biologis,” ucapnya.

Akibat dari tiga faktor tersebut di awal abad lalu telah terjadi transformasi dunia secara masif dan berujung pada konflik-konflik di seluruh dunia. 

“Muncul kesadaran nasionalisme di negara-negara jajahan yang menggugat kolonialisme. Muncul pula gerakan-gerakan sosialisme di negara-negara penjajah yang menggugat kapitalisme. Ini menyebabkan konflik yang besar, perebutan sumber daya, dan akhirnya perang dunia ke-2. Ini semua dimulai dari munculnya tiga faktor itu," ungkap Budiman.

Posisi Indonesia

Meskipun tidak mengharapkan hal tersebut terjadi kembali, Budiman Sudjatmiko mewanti-wanti agar Indonesia bersiap dalam menghadapi dinamika geopolitik global tersebut. 

“Jika terjadi eskalasi global, Indonesia memiliki resiko yang cukup tinggi. Indonesia termasuk kedalam kategori negara yang kaya raya dari sisi sumber daya alam, namun sumber daya manusia-nya tergolong biasa-biasa saja, dan kita tidak punya senjata nuklir,” ujar Budiman.  

“Negara seperti kita, jika tidak dikelola dengan baik, rentan dimasuki dominasi dan kepentingan asing bila terjadi konflik sosial yang menjurus kepada dua hal, yaitu konflik antar-kelas dan konflik suku atau agama,” tuturnya. 

Dalam menghadapi hal tersebut, Budiman menekankan bahwa Indonesia butuh kepemimpinan yang berkelanjutan yang sifatnya strategik dan visioner. 

“Transformasi global ini merupakan sebuah proses panjang, kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang visioner dan strategik untuk minimal satu generasi kedepan untuk mengawal Indonesia. Jadi bukan pemimpin saja, tapi lebih dari satu pemimpin yang punya visi dan strategi yang berkelanjutan,” ucapnya. 

Pemilihan Umum Tahun 2024, dan khususnya Pemilihan Presiden, menurut Budiman adalah salah satu bagian penting yang sangat menentukan arah Indonesia dalam merespon situasi global. 

“Hari ini kita sudah berada di posisi global yang strategis dibawah kepemimpinan Presiden Jokowi, dengan banyaknya sumber daya alam yang kita kuasai dan dibutuhkan dalam global supply chain,” ungkap Budiman. 

“Melanjutkan hal ini dalam sebuah transisi yang damai kepemimpinan yang visioner strategik, adalah hal yang penting untuk dilaksanakan,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement