Sabtu 17 Feb 2024 19:42 WIB

Pakar Sebut Isu Pelanggar HAM dan Orde Baru tak Laku ke Prabowo

Narasi yang disampaikan Prabowo-Gibran cenderung mudah dipahami anak muda.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Paslon capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyampaikan pidato kemenangan quick count di hadapan pendukungnya di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Paslon capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyampaikan pidato kemenangan quick count di hadapan pendukungnya di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hitung cepat (quick count) lembaga survei dan real count KPU hingga saat ini menempatkan paslon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka berada di posisi unggul di angka kisaran 56-60 persen, yang menunjukkan Pilpres 2024 akan berlangsung hanya sekali putaran.

Meski sepanjang masa kampanye Prabowo diserang isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) hingga otoritarianisme karena dikaitkan dengan Orde Baru, namun bentuk serangan itu tidak mempan. Pemilih muda, terutama generasi Z mayoritas tetap memilih pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.

Baca Juga

"Mereka ini generasi yang sama sekali tidak pernah mengalami zaman Orde Baru, jadi kalau kita lihat mayoritas mereka ini generasi yang lahir pasca-1998, sehingga mereka tidak punya kenangan memori sama sekali dengan Orde Baru," kata pendiri Alvara Research Center, Hasanuddin Ali saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (17/2/2024).

Hasanuddin menjelaskan, generasi muda merasa tidak berhubungan atau relate dengan peristiwa sejarah yang terjadi di era sebelum kelahiran mereka. Sehingga ramainya isu Prabowo dalam kasus pelanggaran HAM atau gaya otoriternya tidak menjadi hal yang diperhatikan dan dipermasalahkan pemilih muda.

"Mereka mungkin mendapatkan berita atau cerita atau informasi dari generasi yang lebih tua tapi secara emosional mereka tidak punya pengalaman terhadap otoritariasnisme, terhadap Orde Baru," ucap Hasanuddin.

Menurut dia, malahan pasangan Prabowo-Gibran berhasil mengemas diri mereka dengan komunikasi politik yang berhasil menggaet pemilih muda. Hasanuddin menilai, komunikasi yang dijalankan Prabowo-Gibran terlihat kreatif melalui berbagai inovasi yang bisa diserap oleh pemilih muda.

Di antaranya, menggunakan avatar, pesan sederhana yang straightforward, dan komunikasi yang mudah dipahami. Sehingga serangan isu HAM dan otoritarianisme teralihkan dengan sendirinya.

"Sehingga karena mereka tidak punya memori sama sekali (tentang Orde Baru ya dengan mudah bisa dipatahkan dengan bantahan atau cara-cara yang kreatif itu. Beda dengan generasi X misalnya punya pengalaman di memori kita itu tajam banget soal otoritarianisme dan itu membekas sampai sekarang, tapi anak-anak muda kita generasi Z sama sekali enggak punya," ucap Hasanuddin.

Mengutip lembaga survei, berdasarkan segmen usia terdapat lima klasifikasi generasi, yaitu generasi Z (usia di bawah 26 tahun), gen Y-muda (usia antara 26-33 tahun), gen Y-madya (34-41 tahun), dan gen X (42-55 tahun), serta baby boomers (56—74 tahun). Hasilnya, sebanyak 65,9 persen gen Z memilih Prabowo-Gibran.

Adapun gen Y-muda memilih Prabowo-Gibran sebanyak 59,6 persen, gen y-madya 54,1 persen, gen X 49,1 persen, dan baby boomers 43,1 persen. Pasangan Prabowo-Gibran unggul di semua segmen pemilih.

Strategi pamungkas...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement