Rabu 21 Feb 2024 19:03 WIB

Komnas HAM Temukan Ketidaknetralan Aparatur Negara di Pemilu 2024

Ada 12 kader di Kabupaten Sidoarjo menyatakan dukungan pada salah satu peserta pemilu

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi
Foto: Dok Komnas HAM
Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan adanya ketidaknetralan aparatur negara saat Pemilu 2024. Dalam pantauan Komnas HAM, aksi tersebut dilakukan oleh Kepala Desa (Kades) hingga seorang Pj Gubernur. 

"Temuan terkait netralitas aparatur negara sangat berhubungan dengan politik uang untuk pemenangan peserta Pemilu tertentu," kata Ketua Tim Pemilu Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi dalam paparannya pada Rabu (21/2/2024). 

Baca Juga

Pramono menyebut beberapa temuan penting Komnas HAM terkait netralitas Aparatur Negara. Pertama, Komnas HAM menemukan sebanyak 12 kades di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, menyatakan dukungan kepada salah satu peserta pemilu.

"Lalu, ada rapat koordinasi kepala desa di Kabupaten Temanggung untuk pemenangan peserta Pemilu tertentu," ujar Pramono.

Kemudian, Komnas HAM mendapati adanya arahan Wali Kota Samarinda Andi Harun kepada jajarannya untuk memilih peserta pemilu tertentu. "Seorang oknum ASN di Kabupaten Cianjur tertangkap tangan melakukan politik uang untuk pemenangan peserta pemilu tertentu," ujar Pramono.

Bahkan, Komnas HAM memperoleh video yang beredar berisi Pj Gubernur Kalimantan Barat Harisson yang mengajak masyarakat untuk memilih calon presiden dan calon wakil presiden yang mendukung pembangunan IKN. 

"Ajakan ini disampaikan oleh Pj Gubernur Kalimantan Barat pada Peringatan HUT Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat pada 24 Januari 2024," ujar Pramono.

Diketahui, Komnas HAM telah melakukan pengamatan situasi penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 di 14 Provinsi dan 50 Kabupaten/Kota pada 12-16 Februari 2024. Fokus pengamatan situasi ini mencakup pemenuhan hak pilih kelompok marginal-rentan, netralitas aparatur negara, diskriminasi dan intimidasi, serta hak kesehatan dan hak hidup petugas pemilu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement