REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) sebagai alat bantu pada Pemilu 2024. Namun, alat bantu itu mendapatkan sorotan dari banyak pihak lantaran kerap menampilkan data yang tak sesuai dalam formulir C hasil dari tempat pemungutan suara (TPS).
Permasalahan itu membuat banyak pihak mempertanyakan besaran anggaran yang digunakan oleh KPU untuk mengembangkan Sirekap. Alih-alih menjawab besaran anggaran yang digunakan, Ketua KPU Hasyim Asy'ari justru menyatakan siap untuk mempertanggungjawabkan penggunaan Sirekap.
"Untuk biaya sirekap, ini menggunakan APBN untuk penyelenggaraan pemilu. Nanti akan dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan keuangan dan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan," kata dia saat konferensi pers di Media Center KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (23/2/2024).
Ia menambahkan, pembiayaan untuk pengembangan Sirekap tentu tidak hanya menggunakan anggaran tahun 2023, melainkan juga anggaran 2024. Anggaran itu digunakan mulai dari pengembangan sampai pelaksanaan penggunaan Sirekap itu sendiri.
Sebelumnya, Hasyim mengakui adanya data anomali dalam Sirekap. Namun, KPU terus melaksanakan perbaikan data sejak tanggal 15 Februari 2024 sampai dengan saat ini. Adapun data yang sudah diperbaiki untuk pemilu presiden dan wakil presiden sebanyak 74.181 TPS, pemilu DPR 14.651 TPS, dan pemilu DPD 10.512 TPS.
"Sedangkan data anomali dalam Sirekap untuk pemilu DPRD provinsi dan pemilu DPRD kabupaten/kota dilakukan proses perbaikan data oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota," kata dia.
Hasyim menambahkan, untuk manajemen data Sirekap, KPU mengimplementasikan layanan komputasi awan (cloud), sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2021. Ia memastikan pusat data Sirekap berlokasi di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Selain itu, KPU juga menerapkan kebijakan dan mekanisme perlindungan data pribadi dengan komputasi awan sebagai prosesor data pribadi. KPU juga menerapkan kontrol keamanan informasi di dalam penyelenggaraan layanan komputasi awan. Terakhir, KPU juga menyediakan perjanjian kerahasiaan (non disclosure agreement) sebagai bagian dari kontrak dengan kementerian/lembaga yang menggunakan layanan komputasi awan.
"Sehingga server atau pusat data Sirekap berlokasi di Indonesia atau menggunakan IP di Indonesia. Sedangkan untuk pola pengamanan dan pola layanan informasi publik/pemilih menggunakan content delivery network (CDN) yang menggunakan IP dalam dan luar negeri," ujar dia.