Senin 04 Mar 2024 18:51 WIB

Gerindra: Format Penggabungan Partai dalam Satu Fraksi tak Efektif

Persentase ambang batas parlemen yang baru diharap realistis.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman.
Foto: Surya Dinata/RepublikaTV
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran Habiburokhman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta agar ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) sebesar 4 persen diubah sebelum Pemilu 2024.

Ia mengatakan, persentase ambang batas parlemen yang baru nanti diharapkannya realistis. Sebab, jumlah anggota DPR dalam satu partai politik harus sesuai dengan jumlah alat kelengkapan dewan (AKD) yang ada.

Baca Juga

"Jumlah anggota DPR dari satu partai, menurut saya, minimal harus sama dengan jumlah alat kelengkapan dewan yang saat ini jumlahnya ada 17," ujar Habiburokhman lewat keterangannya, Senin (4/3/2024).

"Sebab, AKD-AKD tersebut melaksanakan rapat dan agenda-agenda lain di waktu yang sama. Jangan sampai justru agenda kerja AKD terhambat karena anggotanya merangkap anggota AKD lain," ujarnya menambahkan.

Di samping itu, ia juga menanggapi adanya usulan dibentuknya fraksi yang berisikan partai politik yang tak lolos ambang batas parlemen. Ia menjelaskan, hal tersebut diimplementasikan di DPRD, tetapi tidak efektif.

"Format penggabungan partai menjadi satu fraksi seperti terjadi di DPRD terbukti tidak efektif, karena arahan pimpinan partai politik bisa berbeda satu sama lain," ujar Habiburokhman.

Diketahui, MK memberi lima poin panduan bagi pembentuk undang-undang dalam menyusun ambang batas parlemen yang baru untuk diberlakukan pada Pemilu 2029 dan seterusnya. Pada Kamis (29/2/2024), MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Perludem terkait ambang batas parlemen 4 persen yang diatur Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pada poin pertama, MK menyatakan ambang batas parlemen harus didesain untuk digunakan secara berkelanjutan. Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

"(3) Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik; (4) perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2029,” urai MK.

Adapun poin kelima adalah perubahan ambang batas parlemen melibatkan semua kalangan yang memperhatikan penyelenggaraan pemilu dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna, termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement