REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyatakan, sebanyak 62 ribu lebih warga negara Indonesia (WNI) di Kuala Lumpur akan mengikuti pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 9-10 Maret 2024. Jumlah pemilih PSU berkurang drastis jika dibandingkan jumlah pemilih saat pemungutan suara awal pada Februari lalu.
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan, awalnya terdapat 447.258 WNI yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kuala Lumpur. Dari jumlah tersebut, hanya 78 ribu WNI yang mencoblos menggunakan metode TPS, kotak suara keliling (KSK), dan melalui pos saat pemungutan suara awal.
Hasyim mengatakan, penentuan jumlah pemilih PSU mengacu ke jumlah pemilih yang ikut mencoblos pada pemungutan suara awal. Setelah itu, KPU melakukan tiga langkah pengecekan ulang, yakni validasi alamat untuk memastikan siapa saja yang benar-benar berada di Kuala Lumpur, validasi kegandaan, serta validasi NIK dan paspor.
"Setelah kita lakukan analisis dari 78 ribu (WNI yang datang mencoblos) itu, kemudian kita dapat menyimpulkan dan sudah kita tetapkan DPT luar negeri untuk PSU Kuala Lumpur jumlahnya 62.217 pemilih," kata Hasyim kepada wartawan di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2024).
Hasyim menambahkan, 62 ribu lebih pemilih itu akan mencoblos menggunakan metode TPS dan KSK. Hanya saja, KPU kini masih berupaya untuk mendapatkan izin dari pemerintah Malaysia agar bisa melaksanakan PSU.
Pasalnya, pemerintah negeri Jiran itu mengatur bahwa kegiatan politik yang dilakukan pemerintah negara lain di Malaysia harus diajukan izinnya sejak tiga atau enam bulan sebelum acara. Adapun KPU baru pada 26 Februari 2024 atau delapan hari lalu memutuskan bahwa PSU dilaksanakan pada 9-10 Maret 2024.
"Oleh karena itu, karena waktunya mepet, kami sudah melaporkan ke Presiden. Kami mohon bantuan fasilitasi supaya ada pembicaraan, katakanlah pada tingkat tinggi antara Presiden (RI) dengan Perdana Menteri Malaysia untuk meminta bantuan fasilitasi sehingga bisa digelar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur," ujar Hasyim.
Sebelumnya, Bawaslu merekomendasikan agar dilakukan PSU di Kuala Lumpur. Sebab, Bawaslu menyimpulkan ada persoalan serius terkait DPT. Bawaslu menemukan, Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur tidak melakukan pemutakhiran data pemilih atau pencocokan dan penelitian (coklit) terhadap 490 ribu orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kemenlu.
PPLN hanya melakukan coklit terhadap 12 persen WNI dari total WNI dalam DP4. Namun, PPLN Kuala Lumpur menetapkan 447.258 orang masuk DPT. Artinya, sebagian besar WNI yang masuk DPT tidak melalui tahapan coklit.
Alhasil, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur sebagai tersangka atas kasus pemalsuan DPT tersebut. Sebelum jadi tersangka, tujuh orang itu sudah lebih dulu dinonaktifkan sebagai PPLN oleh KPU RI.