Rabu 06 Mar 2024 15:17 WIB

Nasdem Desak Audit Forensik Sirekap Seusai Disetop KPU

KPU menghentikan penayangan real count di Sirekap sejak Selasa (5/3/2024) malam.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Petugas panitia pemilihan kecamatan (PPK) menginput data penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 ke dalam aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tatanga, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (21/2/2024). Rekapitulasi penghitungan perolehan suara di tingkat kecamatan di wilayah tersebut tetap menggunakan aplikasi Sirekap meskipun KPU menginstruksikan kepada sejumlah daerah tertentu di Indonesia untuk menghentikan sementara rekapitulasi di tingkat kecamatan guna memastikan sinkronisasi data dalam aplikasi Sirekap.
Foto: ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Petugas panitia pemilihan kecamatan (PPK) menginput data penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 ke dalam aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tatanga, Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (21/2/2024). Rekapitulasi penghitungan perolehan suara di tingkat kecamatan di wilayah tersebut tetap menggunakan aplikasi Sirekap meskipun KPU menginstruksikan kepada sejumlah daerah tertentu di Indonesia untuk menghentikan sementara rekapitulasi di tingkat kecamatan guna memastikan sinkronisasi data dalam aplikasi Sirekap.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bendahara Umum Partai Nasdem, Ahmad Sahroni, menyoroti keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menghentikan penayangan real count atau raihan suara sementara Pemilu 2024 di laman publikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Menurutnya, audit forensik terhadap sistem yang digunakan KPU perlu segera dilakukan.

"Ya karena banyak masalah, karena banyak masalah mustinya KPU itu berinisiatif untuk mengaudit forensik sistemnya. Jadi supaya publik ini percaya dengan lembaga yang dipimpin oleh KPU sendiri," ujar Sahroni di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Baca Juga

"Lebih baik KPU memberikan insiatif untuk memeriksakan sistemnya pada lembaga yang memang kredibel. Libatkan tiga paslon timnya itu untuk juga ikut, serta mengaudit alat-alat yang memang dianggap janggal," ujarnya menambahkan.

Menurutnya, KPU tidak mungkin menyetop penggunaannya jika tidak ada masalah dalam sistemnya. Apalagi saat ini terdapat kecurigaan publik terhadap menggelembungnya suara satu partai politik dalam Sirekap.

"Kan jadi ngaco ini Sirekapnya nggak benar atau lembaga quick count-nya, lembaga surveinya yang nggak benar, nah ini menimbulkan problematika yang luar biasa. Maka itu, saya menyarankan KPU berinisiatif untuk mengaudit forensik sistem IT yang dia punya saat ini," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR itu.

Diketahui, KPU menghentikan penayangan real count atau raihan suara sementara Pilpres 2024 dan Pileg 2024 di laman publikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Penghentian dilakukan sejak Selasa (5/3/2024) malam.

"Kini kebijakan KPU hanya menampilkan bukti autentik perolehan suara peserta pemilu," kata Komisioner KPU RI Idham Holik ketika dikonfirmasi, Selasa malam.

Sebagai gambaran, real count KPU dilakukan menggunakan serangkai proses lewat aplikasi Sirekap. Pertama, petugas KPPS memfoto C. Hasil Plano (dokumen resmi hasil penghitungan suara di TPS), lalu diunggah ke aplikasi Sirekap.

Lantas, teknologi optical character recognition (OCR) yang tersemat di aplikasi itu mengonversi raihan suara dari format gambar menjadi teks. Hasil konversi dari semua TPS selanjutnya diakumulasikan dan diunggah di laman pemilu2024.kpu.go.id, sehingga bisa diakses oleh publik.

Di laman tersebut, biasanya ditampilkan total raihan suara pasangan capres-cawapres secara nasional ataupun di setiap provinsi. Tayangan hasil penghitungan suara sementara itu dilengkapi grafik lingkaran.

Di laman yang sama, biasanya ditampilkan total raihan suara partai politik secara nasional, per provinsi, ataupun per daerah pemilihan. Penayangan dilengkapi diagram batang. Selain itu, ditampilkan pula total raihan suara caleg.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement