Kamis 07 Mar 2024 07:12 WIB

Partai Politik Dinilai Harus Punya Sikap terkait Afirmasi Perempuan

Tantangan yang dihadapi caleg perempuan dinilai lebih berat.

Seminar bertajuk Perspektif Keterwakilan perempuan lewat Pileg: Afirmasi atau Fiksi di Sulawesi Tenggara, Rabu (6/3/2024).
Foto: Dok Republika
Seminar bertajuk Perspektif Keterwakilan perempuan lewat Pileg: Afirmasi atau Fiksi di Sulawesi Tenggara, Rabu (6/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID,KENDARI - - Pengamat Pemilu dari Rumah Demokrasi, Ramdansyah, mengatakan partai politik harus punya sikap  mengawal suara perempuan pada pemilu legislatif 2024. 

“Kalau ditemukan di internal partai suara caleg perempuan diganggu oleh suara laki-laki, partai harus membuat keputusan. Misalkan melakukan pergantian antar waktu (PAW) sebagai bentuk komitmen 30 persen afirmasi perempuan sesuai UU Pemilu. Ini kan muncul di masyarakat seolah-olah perempuan cuma sekedar buat pelengkap saja, pelengkap dari partai politik karena wajib 30 persen,” ujar Ramdansyah di acara Perspektif ‘Keterwakilan perempuan lewat Pileg: Afirmasi atau Fiksi’ di Sulawesi Tenggara, Rabu (6/3/2024).

Baca Juga

Ramdansyah menjelaskan saat ini terjadi fenomena kapur barus di penghitungan suara yakni yakni suara caleg di hari pertama penghitungan berjumlah besar. 

Namun kemudian suaranya semakin kecil, bahkan di tingkat nasional menjadi hilang. Dugaan Fenomena ini pernah terjadi pada caleg perempuan partai Golkar Dapil III Jawa Barat, Melli Darsa.

"Suaranya besar ketika di awal pungut hitung di tingkat kecamatan, lama-lama di tingkat penghitungan KPU Kabupaten Kota suaranya itu menghilang nah fenomena ini kemudian memunculkan isu bersama koalisi perempuan,” ujar Ramdansyah. 

Ramdansyah menyerukan partai politik membantu melindungi caleg perempuan yang haknya hilang atau dilanggar di tengah kekacauan pungut hitung. 

Komitmen partai politik mengawal afirmasi perempuan dapat dilakukan dengan meminta Mahkamah Partai melakukan penyelidikan terkait dugaan kecurangan yang dialami caleg caleg perempuan.

“Jangan sampai yang namanya afirmasi perempuan 30% hanya lip service,” ujarnya.

Sebelumnya, politikus Golkar  Melli Darsa mengatakan dalam Pemilu 2024, Perempuan tidak boleh lagi sekadar ditempatkan sebagai vote getter. 

Kini, berbagai indikasi praktik kurang sehat dari kekisruhan penghitungan suara, indikasi hutang budi penyelenggara pada calon tertentu, dan juga suatu pengkondisian secara sistemik di Pemilu 2024, berpotensi menambah buruk situasi bagi caleg perempuan.

"Afirmasi keterwakilan perempuan dalam politik adalah kebijakan yang sudah dilahirkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Namun, hingga saat ini kebijakan ini masih belum efektif dan cenderung hanya merupakan suatu lip service," kata Caleg DPR RI Partai Golkar untuk Dapil Jabar III Melli Darsa. 

Dalam sistem pemilu yang memungkinkan keikutsertaan banyak partai, lanjut dia, tantangan yang dihadapi caleg perempuan menjadi lebih berat lagi. 

 

"Seperti juga dalam konteks terkait kemiskinan, ketidakadilan yang umumnya akan pertama dan utamanya merugikan perempuan, demikian juga proses ini menjadi hambatan lebih besar pada kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan," tambah Melli.

Dalam ekosistem yang cenderung tidak pro-perempuan ini, Melli berpandangan bahwa para petinggi partai adalah satu-satunya harapan bagi terwujudnya afirmasi keterwakilan perempuan yang selaras dengan semangat undang-undang.

"Hanyalah petinggi partai yang bisa intervensi untuk memastikan bahwa calon legislator perempuan-perempuan kompeten tetap bisa lolos dari lubang jarum. Dalam hal di suatu dapil sudah jelas dapat dimenangkan lebih dari satu kursi maka sewajarnya, perempuan diizinkan dalam rangka Kebijakan Afirmasi Keterwakilan Perempuan untuk menduduki kursi tersebut dan tidak hanya dikaitkan siapa yang mendapatkan kursi terbanyak," beber dia.

Dia mengharapkan partai memiliki kebijakan afirmasi yang lebih berani demi menempatkan perempuan sebagai wakil rakyat. 

Petinggi partai pemenang Pemilu 2024 harus memberikan contoh untuk lebih melaksanakan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan secara progresif.

"Semoga di Pemilu 2024, representasi perempuan khususnya bagi partai yang berhasil mendapatkan simpati rakyat sebagai Juara I, II, III dapat membuktikan keberpihakannya kepada caleg perempuan yang kompeten di bidang legislasi dapat memperkaya dan meningkatkan kualitas legislasi agar lebih pro-perempuan untuk 5 tahun ke depan," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement