Kamis 07 Mar 2024 17:08 WIB

Perludem Tarik Permohonan Pengujian UU Pilkada

MK akan membahas penarikan permohonan tersebut dalam Rapat Permusyawaratan Hakim.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) bersiap memimpin sidang perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 mengenai uji formil batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Majelis hakim MK menolak permohonan uji formil batas usia capres dan cawapres yang diajukan pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan pengajar UGM Zainal Arifin Mochtar.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) bersiap memimpin sidang perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 mengenai uji formil batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Majelis hakim MK menolak permohonan uji formil batas usia capres dan cawapres yang diajukan pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan pengajar UGM Zainal Arifin Mochtar.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menarik permohonan pengujian Undang-Undang mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diajukan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang panel yang dipantau secara daring, Wakil Ketua MK Saldi Isra selaku Ketua Sidang Panel mengatakan bahwa lembaga peradilan tersebut menerima surat elektronik (surel) yang dikirim oleh Perludem selaku pemohon.

Isi surel itu berisi penarikan permohonan pengujian materiil UU Pilkada pada pukul 05.57 WIB. “Kami, karena sikap kehati-hatian, mau mengonfirmasi apakah benar penarikan ini dan mengapa ditarik permohonan itu?” tanya Saldi, di Bogor, Kamis (7/3/2024).

Baca Juga

 

Perludem yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Fadli Ramadhanil, yang hadir secara daring, mengonfirmasi bahwa pihaknya menarik permohonan pengujian materiil dan mengirimkan surel tersebut.

 

“Memang benar surat tersebut dikirimkan oleh prinsipal melalui kuasa hukum tentang penarikan permohonan. Alasannya, berdasarkan nasihat (panel hakim) dan memperhatikan hasil persidangan pertama, kami mempertimbangkan akan ajukan kembali sekaligus dengan pemetaan jadwal pemilu nasional nantinya,” ujarnya.

Kemudian, Saldi pun menyatakan bahwa MK akan membahas penarikan permohonan tersebut dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dan hasilnya akan diinformasikan kepada Perludem.

Diketahui, Perludem mengajukan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Dalam permohonannya, Perludem meminta MK memberikan pemaknaan baru dalam norma di Pasal 201 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) agar pemungutan suara serentak nasional pilkada dilaksanakan pada Maret 2025 dan pelantikannya paling lambat Juli 2025.

Alasan permintaan tersebut adalah banyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024. Sehingga dapat mengakibatkan beban kerja yang kompleks, rumit, dan tidak rasional kepada penyelenggara pemilu, khususnya KPU.

Selain itu, penentuan jadwal tahapan pilkada dikhawatirkan berdampak langsung terhadap manajemen penyelenggaraan pemilu dan kualitas kedaulatan rakyat. Karena itu, Perludem menyatakan bahwa penentuan jadwal pelaksanaan pilkada pada 27 November 2024 akan memunculkan masalah konstitusional, yaitu tidak akan dapat diselenggarakannya pilkada secara jujur, adil, dan demokratis.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement