REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengatakan bahwa kejadian yang melibatkan tujuh orang mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, tidak boleh terjadi lagi.
Tujuh orang mantan anggota PPLN itu didakwa memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Bahwa tidak boleh ada lagi hal-hal yang melanggar ke depan di Kuala Lumpur, khususnya untuk pemilu," kata Bagja di kawasan Petojo Selatan, Jakarta, Jumat.
Walaupun demikian, Bagja mengakui penyelenggaraan pemilu di Kuala Lumpur memiliki kerawanan yang tinggi. "Oh iya rawan kan, yang paling rawan di pemilu luar negeri, ya, Kuala Lumpur," ujarnya.
Sebelumnya, Bagja mengatakan bahwa kasus hukum yang melibatkan tujuh orang mantan anggota PPLN Kuala Lumpur tersebut merupakan peringatan kepada PPLN lainnya.
"Bentuk pidana itu sebenarnya kan memberikan warning (peringatan). Jadi dikasih warning kepada teman-teman, kepada warga negara atau penyelenggara yang ingin bermain-main," kata Bagja dalam diskusi daring yang dipantau dari Jakarta, Rabu (13/3).
Bagja juga mengatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan tujuh anggota PPLN tersebut termasuk peristiwa pecah telur. "Sejarah ini, pecah telurnya sekarang. Tindak pidana itu bisa sampai ke pengadilan untuk tindak pidana di luar negeri," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa PPLN tidak bisa mengelak bila melakukan pelanggaran dengan alasan sedang berada di luar negeri.
"Anda di luar negeri, Anda masih bisa kena pidana sekarang. Jadi kemudian tidak bisa alasan 'kami di luar negeri, tidak ada premisnya, yurisdiksinya tidak bisa untuk kami'," kata Bagja.
Adapun, ketujuh orang terdakwa tersebut adalah Ketua PPLN Kuala Lumpur Umar Faruk, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan Tita Octavia Cahya Rahayu, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi Dicky Saputra, dan anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM Aprijon.
Kemudian, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi Puji Sumarsono, anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu Khalil, dan anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik Masduki Khamdan Muhammad.
Tujuh orang tersebut didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) memalsukan data dan daftar pemilih luar negeri Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Bahwa terdakwa telah dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan, atau yang turut serta melakukan," ucap JPU Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
Jaksa mengatakan bahwa para terdakwa memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid karena tidak sesuai hasil pencocokan dan penelitian (coklit) data ke dalam daftar pemilih sementara (DPS), menjadi DPS hasil perbaikan (DPSHP), dan ditetapkan menjadi daftar pemilih tetap (DPT).
Para terdakwa juga disebut memindahkan daftar pemilih metode tempat pemungutan suara (TPS) ke metode kotak suara keliling (KSK) dan pos dalam kondisi data dan alamat pemilih yang tidak jelas atau tidak lengkap.