Rabu 20 Mar 2024 06:06 WIB

Klaim Sudah Bertemu Bawaslu, Menkominfo: Kecurangan Pilpres Nyaris tidak Ada

Menkominfo mengaku sudah bertemu Bawaslu dan mengeklaim tidak ada kecurangan Pilpres.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang juga Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi. Menkominfo mengaku sudah bertemu Bawaslu dan mengeklaim tidak ada kecurangan Pilpres.
Foto: Republiika/Nawir Arsyad Akbar
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang juga Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi. Menkominfo mengaku sudah bertemu Bawaslu dan mengeklaim tidak ada kecurangan Pilpres.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) yang juga Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi mengaku sudah bertemu dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Dalam pertemuan tersebut, Bawaslu mengungkapkan adanya 270 temuan kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

"Saya tanya yang paling banyak mana? mereka bilang pemilu legislatif. 'Pilpres ada nggak?' nggak ada, nyaris nggak ada, bukan nggak ada, nyaris nggak ada," ujar Budi di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Baca Juga

"Jadi kalau nyaris nggak ada, satu dua kasus doang, (kecurangan) pilpres menurut bawaslu tidak ada," sambungnya.

Ia mengatakan, Pemilu 2024 disaksikan oleh masyarakat Indonesia dan dunia. Jelasnya, sengketa kontestasi tersebut dapat disalurkan ke Mahkamah Konstitusi (MK), sedangkan jika ada kaitannya dengan pidana dapat dilaporkan ke kepolisian.

"Ya buktiin saja nanti, menurut saya nggak ada itu laporan itu ke Bawaslu nanti, kalau ke MK silahkan saja," ujar Budi.

Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Muhammad Jusuf Kalla (JK) mengatakan, demokrasi di Indonesia telah berjalan dengan berbagai caranya. Era Presiden Soekarno disebut sebagai demokrasi terpimpin. Lalu pada era Soeharto, dipanggil dengan istilah demokrasi Pancasila.

Indonesia saat ini disebutnya menerapkan demokrasi yang lebih terbuka, khususnya pada pemilihan umum (Pemilu) 2024. Namun, kontestasi tersebut justru tercoreng dengan berbagai indikasi-indikasi kecurangan.

"Bagi saya, saya pernah mengatakan ini adalah pemilu yang terburuk dalam sejarah pemilu Indonesia sejak '55. Artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya orang yang mampu, orang pemerintahan, orang-orang yang punya uang," ujar JK dalam sambutannya di Aula Juwono Sudarsono Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).

Indikasi kecurangan Pemilu 2024 dilihatnya dari upaya politisasi bantuan sosial (bansos) hingga intimidasi aparat negara. Jika hal tersebut terus diterapkan, Indonesia bisa kembali terjebak dalam masa otoriter.

"Apabila sistem ini menjadi suatu kebiasaan, maka kita akan kembali ke zaman otoriter, itu saja masalahnya sebenarnya," ujar JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement