Kamis 21 Mar 2024 19:22 WIB

Golput Tembus 40 Juta Lebih, Pengamat: Bentuk Kekecewaan Publik pada Kondisi Politik

Ujang menyebut bentuk kekecewaan itu akibat perilaku politikus.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Pengamat Politik Ujang Komarudin memberikan paparan ketika menjadi narasumber dalam sebuah diskusi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2022). Diskusi tersebut mengangkat tema Penundaan Pemilu dalam Koridor Konstitusi.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Pengamat Politik Ujang Komarudin memberikan paparan ketika menjadi narasumber dalam sebuah diskusi di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2022). Diskusi tersebut mengangkat tema Penundaan Pemilu dalam Koridor Konstitusi.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai angka golongan putih (golput) atau yang tak menggunakan hak pilihnya yang tembus hingga 40 juta lebih disebabkan kekecewaan masyarakat terhadap kondisi politik saat ini. Baik itu terhadap figur politikus maupun kebijakan-kebijakan yang dihasilkan.

Menurut Ujang, penting bagi pemerintahan ke depan untuk memperbaiki kondisi politik bangsa. “Fenomena golput tembus 40 juta itu tentu menjadi sesuatu yang merugikan bagi masyarakat. Kenapa? Ya mungkin karena masyarakat Indonesia kecewa dengan politisi,” ujar Ujang kepada Republika.co.id, Kamis (21/3/2024).

Baca Juga

Menurut dia, salah satu kekecewaan masyarakat timbul akibat perilaku-perilaku para politikus yang cenderung tidak baik. Di mana, terkadang mereka membuat pernyataan seenaknya, mudah berpindah sisi dari oposisi ke koalisi atau sebaliknya, tidak konsisten antara pernyataan dan tindakannya, dan lain sebagainya.

“Saya melihat yang menyebabkan fenomena ini ya tentu adalah soal kekecewaan itu. Kekecewaan pemilih yang tidak memilih tersebut, kecewaan publik, kecewaan masyarakat kepada kondisi politik Indonesia. Karena kecewa itu, ya, tidak datang, tidak memilih,” tegas dia.

Selain terhadap figur politik, dia juga menyebutkan, basis golput juga dapat terjadi karena kekecewaan atas absennya perubahan dalam kehidupan mereka. Mereka merasa tidak ada perbaikan-perbaikan signifikan dalam hidup dan nasib mereka yang dihasilkan oleh para politikus. Mereka pun merasa tidak terbantu dengan semua itu.

“Karena tadi tidak ada perubahan apa pun menurut versi mereka, maka mereka memutuskan untuk tidak memilih, untuk menjadi golput. Jadi semua dasar akar masalah golput adalah soal akar masalah kekecewaan itu,” kata Ujang.

Dengan angka yang mencapai lebih dari 40 juta itu, kata dia, maka jumlah masyarakat yang golput jauh lebih banyak dari pemilih pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang berada di sekitar 20 ribuan suara. Dengan begitu bisa dikatakan golput seakan menjadi ‘partai’ sendiri pada pemilu kali ini.

“Ini menjadi tugas pemerintah ke depan. Pemerintah baru, tugas KPU ke depan juga. Politisi juga ke depan. Kita semua untuk memperbaiki kondisi politik, memperbaiki kondisi negara agar masyarakat tidak golput lagi, agar masyarakat punya pilihan sendiri terkait dengan kandidat-kandidat maupun partai yang akan dipilihnya nanti ke depan,” tutur dia.

Data Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), jumlah daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 mencapai angka 204.807.200 pemilih. Kemudian, berdasarkan hasil penghitungan suara sah yang mencoblos ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden berada di angka 164.227.475 pemilih. Terdapat selisih 40 ribu suara lebih yang tidak menggunakan suara atau membuat suaranya tidak sah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement