REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat terdapat sebanyak 277 permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga Senin (25/3/2024). Dari total permohonan perkara itu, sebanyak 263 permohonan terkait hasil pemilihan legislatif (pileg) DPR maupun DPRD.
Peneliti Perludem Ihsan Maulana mengatakan, berdasarkan pemantauan yang dilakukan, dari total 263 permohonan perkara terkait hasil pileg DPR atau DPRD, sebanyak 53 perkara di tingkat DPRD kabupaten/kota dan 18 perkara di tingkat DPRD provinsi. Sementara untuk perkara di tingkat DPR RI baru berjumlah delapan. Namun, dari total permohonan perkara yang masuk, masih ada 191 perkara belum bisa diidentifikasi.
"Sementara bisa dipetakan per provinsi, dari 263 perkara, sementara paling banyak berasal dari Provinsi Papua Tengah, yaitu 21 perkara," kata Ihsan saat diskusi yang dilakukan secara daring, Senin sore.
Ia menilai fenomena itu sebagai sesuatu yang menarik. Pasalnya, Provinsi Papua Tengah merupakan merupakan daerah otonomi baru dan baru ikut pemilu. Namun, jumlah permohonan PHPU dari provinsi itu menjadi yang terbanyak dibanding provinsi lainnya.
Selain itu, Aceh menjadi provinsi kedua tertinggi dengan jumlah permohonan PHPU yang masuk ke MK, yaitu 17 perkara. Hal itu dinilai wajar lantaran di Aceh terdapat partai politik lokal.
"Selanjutnya ada Sumatra Selatan 16 perkara, Papua 15 perkara, Jawa Barat (14 perkara), Jawa Timur 12 perkara, Papua Pegunungan 11 perkara, serta Maluku Utara dan Maluku masing-masing 10 perkara," kata Ihsan.
Ia menambahkan, hanya ada dua provinsi yang tidak ada perkara untuk pileg sama sekali. Dua provinsi itu adalah Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Namun, belum semua dari 263 permohonan PHPU terkait hasil pileg DPR maupun DPRD yang masuk ke MK itu teridentifikasi oleh Perludem. Masih ada 25 permohonan PHPU yang belum teridentifikasi.