Sabtu 30 Mar 2024 19:15 WIB

Pengamat Nilai Ada Konsekuensi di Pilkada untuk Parpol yang tak Serius Gulirkan Hak Angket

Ray menyebut hak angket belum digulirkan karena adanya sikap pragmatis elite parpol.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus raharjo
Direktur Lingkaran Madani (Lima) Ray Rangkuti diwawancara wartawan usai menyampaikan pemaparan saat Sosialisasi Pengawasan Siber dalam Pemilu 2024 yang digelar Bawaslu Jawa Barat di Hotel Papandayan, Kota Bandung, Selasa (18/10). Bawaslu Jawa Barat terus berupaya mengantisipasi potensi kecurangan maupun ujaran kebencian dalam gelaran Pemilu Serentak 2024, terutama pada tahapan kampanye. Apalagi, metode kampanye saat ini mulai merambah ke media siber terutama media sosial.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Direktur Lingkaran Madani (Lima) Ray Rangkuti diwawancara wartawan usai menyampaikan pemaparan saat Sosialisasi Pengawasan Siber dalam Pemilu 2024 yang digelar Bawaslu Jawa Barat di Hotel Papandayan, Kota Bandung, Selasa (18/10). Bawaslu Jawa Barat terus berupaya mengantisipasi potensi kecurangan maupun ujaran kebencian dalam gelaran Pemilu Serentak 2024, terutama pada tahapan kampanye. Apalagi, metode kampanye saat ini mulai merambah ke media siber terutama media sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Ray Rangkuti mendorong partai politik (parpol) menggulirkan hak angket di DPR RI untuk membongkar dugaan kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan pada Pilpres 2024. Sebab, menurutnya ada konsekuensi pada kontestasi Pilkada mendatang jika saat ini tidak serius untuk menggulirkan hak angket di parlemen.

Hal itu utama berlaku bagi parpol-parpol yang pernah membuat pernyataan mendukung hak angket. Yakni Partai Nasdem, PKB, PKS yang tergabung dalam Koalisi Perubahan, juga PDIP yang menjadi inisiator hak angket. Menurut Ray, jika parpol-parpol itu tidak menepati janjinya dengan menggulirkan hak konstitusional tersebut, maka mereka akan 'dihukum' oleh rakyat. 

Baca Juga

"Hukuman itu bisa dalam bentuk rakyat tidak mendukung calon yang didukung parpol tersebut di Pilkada serentak yang akan berlangsung, pada November 2024," kata Ray dalam keterangan tertulis, Sabtu (30/3/2024).

Ray mengingatkan agar hak angket tidak dibenturkan pada pemakzulan Presiden RI Joko Widodo. Sebab, tujuan dari hak angket sesungguhnya ialah untuk membongkar dugaan penggunaan kekuasaan yang tidak sah untuk pemenangan paslon tertentu. 

Dia menilai, lebih baik hak angket digulirkan untuk mengetahui benar atau tidaknya terjadi kecurangan dalam kontestasi Pilpres 2024. Mulai dari penyalahgunaan kekuasaan oleh presiden, politisasi bantuan sosial (bansos), hingga pengerahan aparatur negara. 

"Kalau tidak terbukti, pemenang pemilu makin legitimate dan presiden terbebas dari asumsi menggunakan kekuasaan. Jika terbukti, ini jadi modal untuk mengevaluasi. Jadi jangan khawatir angket ubah hasil pemilu, ini sulit. Hak angket tidak berbahaya, malah mencerdaskan publik," tutur Pendiri Lembaga Swadaya Maayarakat (LSM) Lingkar Madani (Lima) tersebut. 

Lebih lanjut, menurut analisisnya, Ray menyebut ada tiga hal yang membuat parpol belum menggulirkan hak angket hingga saat ini. Pertama, masih ada saling tunggu di antara parpol siapa yang akan memimpin. Kedua, belum tumbuh rasa percaya diantara parpol yang berwacana mendukung hak angket. Dan yang ketiga, sikap pragmatis diantara elite parpol.

Ray menekankan, hal yang penting saat ini bagi parpol adalah membuktikan bahwa hak angket berjalan, agar rakyat tidak menilai parpol hanya manis di bibir, sementara tak ada tindakan nyata. 

"Buktikan kepada rakyat tidak manis di bibir, kalau nanti tidak didukung di paripurna tidak masalah, tetapi yang penting ini sudah dilaksanakan. Seperti PKS, PKB, Partai Nasdem, karena mereka sudah berulangkali mengatakan mendorong angket, mestinya tidak boleh mundur," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement