Jumat 05 Apr 2024 14:36 WIB

Di Sidang MK, Muhadjir Akui Pejabat Publik 100 Persen Netral adalah Kebohongan

Muhadjir mengaku berusaha meminimalkan konflik kepentingan dalam penyaluran bansos.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Menko PMK Muhadjir Effendy (kanan), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) dan Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) berfoto bersama usai mengikuti sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil empat Menteri kabinet Jokowi-Maruf dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 yakni Menko PMK, Menko Perekonomian, Menkeu dan Mensos.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Menko PMK Muhadjir Effendy (kanan), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kiri) dan Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) berfoto bersama usai mengikuti sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil empat Menteri kabinet Jokowi-Maruf dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024 yakni Menko PMK, Menko Perekonomian, Menkeu dan Mensos.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyampaikan teori administrasi publik yang mengenal eksternalitas negatif. Eksternalitas negatif sendiri merupakan kerugian yang tidak memberikan kompensasi kepada orang lain yang dihasilkan dari sebuah kegiatan.

Sehingga, seorang pejabat publik yang memasukkan kepentingan pribadi dan kelompoknya di dalam kepentingan publik, pasti akan terjadi eksternalitas negatif. "Eksternalitas negatif itu bisa intended, memang disengaja. Tapi bisa unavoided, tidak terhindarkan," ujar Muhadjir menjawab pertanyaan hakim konstitusi, Jumat (5/4/2024).

Baca Juga

Ia kemudian menjelaskan eksternalitas negatif yang tidak disengaja. Contohnya saat seseorang bekerja dengan mengenakan baju dinas, lalu tiba-tiba harus melayat saudaranya yang meninggal dan tidak bisa mengganti pakaiannya.

Kendati demikian, ia mengungkapkan bahwa ada eksternalitas negatif yang memang disengaja oleh seseorang. Terkait yang disengaja itu, Muhadjir hanya menyampaikan bahwa hal tersebut berpulang kembali kepada pejabat publik.

"Eksternalitas negatif itu selalu terjadi, karena setiap manusia itu pasti punya preferensi, punya preferensi, dan punya tendensi, pasti punya pilihan, dan kecenderungan, dan itu tidak harus melalui akal sehat," ujar Muhadjir.

Ia menjelaskan, manusia memang sudah dilahirkan untuk mempunyai preferensi dan tendensi. Termasuk kepada pejabat publik, yang disebutnya bahwa tak ada orang yang benar-benar netral 100 persen.

"Karena itu kalau ada orang bilang bahwa netral, 100 persen itu pasti bohong, itu pasti bohong. Orang bilang 100 persen imparsial, pasti dia bohong, karena pada dasarnya manusia itu ditakdirkan Tuhan memiliki preferensi dan tendensi, tidak harus diperoleh secara akal sehat, pertimbangan rasional, tapi yang irasional pun bisa digunakan," ujar Muhadjir.

Ia sebagai pejabat publik, berusaha meminimalkan terjadinya eksternalitas negatif. Termasuk mencegah terjadinya konflik kepentingan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) yang tengah didalami hakim konstitusi.

"Intinya kami ingin memastikan bahwa apa yang kami lakukan sebagai pejabat publik di dalam mengemban amanah, termasuk soal bansos ini, kami berusaha meminimalkan betul kemungkinan terjadinya eksternalitas negatif, terutama yang intended itu," ujar Muhadjir.

"Kalau ada yang unavoided, itulah yang memang jadi persoalan yang tadi sudah saya jelaskan. Karena kita sebagai manusia pasti tidak mungkin lepas dari preferensi dan tendensi," kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement