Senin 06 May 2024 17:59 WIB

Pengamat: Koalisi Pilkada tak akan Sejalan dengan Pilpres 2024

Parpol diprediksi menginstruksikan setiap wilayah untuk terbuka dalam koalisi.

Rep: Febrian Fachri/ Red: Agus raharjo
Direktur Poskapol UI - Aditya Perdana
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Direktur Poskapol UI - Aditya Perdana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Perdana, menilai pembentukan koalisi Pilkada Serentak 2024 tak akan sejalan dengan Koalisi Pilpres 2024. Menurut Aditya, koalisi di kancah daerah akan lebih cair tergantung dengan kepentingan masing-masing kandidat.

“Cairnya pembentukan koalisi pencalonan pilkada yang tidak sebangun dengan koalisi Pilpres 2024. Artinya, koalisi yang terbentuk dalam pencapresan tidak akan sama atau bahkan tidak relevan dengan kondisi setiap daerah karena kekuatan legislatif dari hasil Pileg 2024 lalu tidak sebangun dengan hasil yang ada di pusat,” kata Aditya, Senin (6/5/2024).

Baca Juga

Aditya melihat koalisi pilkada yang cair menjelang pendaftaran calon peserta di seluruh Indonesia dalam beberapa bulan ke depan di setiap provinsi dan kabupaten/kota. Saat ini, tahapan sudah mulai diramaikan kontestasi pendaftaran calon-calon yang akan ikut berkompetisi dalam Pilkada. 

Ia menilai koalisi paslon di setiap Pilkada akan sangat ditentukan beberapa faktor. Di antaranya, seberapa kuat petahana kepala daerah akan ikut kompetisi pilkada. 

“Apabila petahana dirasakan punya potensi elektabilitas yang tinggi untuk memenangkan pilkada, maka bisa dipastikan para penantangnya tidak akan banyak, bahkan mungkin tidak ada alias calon tunggal,” ucap Aditya.

Ia menyebut setiap parpol mungkin sudah menginstruksikan setiap wilayahnya untuk terbuka dalam membangun koalisi dengan siapapun. Faktor lain sambung Aditya adalah pengaruh orang kuat lokal baik secara sosial, ekonomi, politik atau budaya akan membentuk konstruksi pencalonan yang ada. 

Sehingga pengaruh tokoh agama, adat, atau pebisnis yang kuat akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi para elite politik nasional dan lokal dalam memutuskan siapa yang dapat didukung dalam koalisi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement