Senin 01 Jan 2024 20:11 WIB

Jubir Amin: Kalau Prabowo-Gibran Menang, Bisa Jadi Pemilu 2029 tidak Ada

Menurut Angga, selama pemerintahan Jokowi muncul gejala penurunan kualitas demokrasi.

Rep: Febryan A/ Red: Erik Purnama Putra
Juru Bicara Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Amin), Angga Putra Fidrian di Posko Perubahan Jalan Diponegoro 10, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2023).
Foto: Republika/Eva Rianti
Juru Bicara Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Amin), Angga Putra Fidrian di Posko Perubahan Jalan Diponegoro 10, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (11/12/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Tim Nasional Pemenangan Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar (Timnas Amin), Angga Putra Fidrian menyebut, apabila pasangan nomor urut 2 Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres 2024,  bisa jadi tidak akan ada Pilpres atau Pemilu 2029. Hal itu disampaikan di tengah menguatnya elektabilitas dan peluang Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres 2024 dalam satu putaran.

Angga menyampaikan pendapatnya itu lewat media sosial X (Twitter) pada Ahad (31/12/2023). Pendapat tersebut merupakan respons atas cuitan komika Ernest Prakasa yang menyebut Anies Baswedan tampak jelas sudah menargetkan Pilpres 2029.

Baca Juga

"Ya nggak lah. Kalo 02 menang, 2029 belum tentu ada pemilu.. hadeeh," kata Angga lewat akunnya, @AnggaPutraF, membantah asumsi Ernest tersebut.

Masih dalam cuitannya, Angga mengaku, tak takut blunder karena menyampaikan pernyataan yang menyinggung Prabowo-Gibran itu. Dia menyebut, pendapat tersebut berkaca dari polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat batas usia minimum cawapres, sehingga Gibran putra Presiden Jokowi bisa menjadi cawapres.

"MK aja bisa diakalin, apalagi nanti kalau menang. Ngeri kaleee," ujar Angga.

Kepada Republika.co.id, Senin (1/1/2024), Angga menjelaskan, Pilpres 2029 bisa jadi tidak ada apabila Prabowo-Gibran menang karena pasangan nomor urut 2 itu berniat melanjutkan Pemerintahan Jokowi. Adapun selama pemerintahan Jokowi muncul gejala penurunan kualitas demokrasi.

Dia mengatakan, gejala itu di tampak pada revisi UU KPK, dibuatnya UU Cipta Kerja, UU Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), serta UU Ibu Kota Negara (IKN). UU IKN mengatur bahwa kepala otorita Ibu Kota Nusantara tidak dipilih lewat pemilu.

"Terakhir RUU DKJ (Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta) juga mencantumkan bahwa Gubenur DKI Jakarta tidak dipilih oleh rakyat. Meskipun gagal, tapi usaha untuk menghilangkan partisipasi publik sudah ada," kata Angga ketika dihubungi Republika.co.id.

Di sisi lain, imbuh Angga, Ketua MPR Bambang Soesatyo yang merupakan politisi bagian dari partai Prabowo-Gibran pada 17 Agustus 2023 menyatakan mendukung pemilihan presiden tak lagi oleh rakyat secara langsung. Bambang Soesatyo ingin presiden dipilih oleh MPR dalam keadaan kahar fiskal atau politik.

"Gejala-gejala itu (penurunan kualitas demokrasi) yang harus diantisipasi," ujar eks anggota TGUPP tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement