Senin 22 Jan 2024 15:32 WIB

Setuju dengan Mahfud, KPA: Ketertutupan Informasi Sebabkan Konflik Agraria

KPA setuju dengan Mahfud bahwa ketertutupan informasi menyebabkan konflik agraria.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Konflik Agraria (ilustrasi). KPA setuju dengan Mahfud bahwa ketertutupan informasi menyebabkan konflik agraria.
Foto: komnas ham
Konflik Agraria (ilustrasi). KPA setuju dengan Mahfud bahwa ketertutupan informasi menyebabkan konflik agraria.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) angkat suara mengenai cawapres nomor urut tiga, Mahfud MD, yang mengatakan data konflik agraria kerap disembunyikan. KPA menemukan data penguasaan tanah memang sulit diakses. 

"Data penguasaan tanah oleh badan usaha skala besar seperti HGU (hak guna usaha) perusahaan sawit, Hutan Tanaman Industri, IUP tambang memang tertutup selama ini," kata Kepala Departemen Kampanye KPA, Benni Wijaya, kepada Republika, Senin (22/1/2024).

Baca Juga

KPA menegaskan informasi seperti HGU bukanlah tergolong rahasia Negara. Sehingga KPA meyakini data semacam itu tak perlu dirahasiakan. KPA mendapati kondisi ini telah beberapa kali digugat ke Komisi Informasi Publik (KIP). 

"Salah satu putusan KIP tersebut mengamanatkan Kementerian ATR/BPN untuk membuka data HGU. Namun, tetap sejak saja tidak pernah dibuka," ujar Benni. 

Benni menduga sulitnya akses informasi atas penguasaan tanah dapat menimbulkan konflik masyarakat. Apalagi selama era pemerintahan Presiden Joko Widodo, KPA mencatat terjadi 1.131 letusan konflik di sektor perkebunan.

"Ketertutupan informasi HGU ini menjadi salah satu penyebab utama ledakan konflik agraria di Indonesia," ujar Benni. 

Oleh karena itu, Benni menyadari peliknya penuntasan penyelesaian konflik agraria kalau datanya saja masih dirahasiakan. "Selain menyebabkan konflik, ketertutupan informasi data HGU juga menyebabkan macetnya penyelesaian konflik agraria di Indonesia," ujar Benni. 

Sebelumnya, Mahfud menyebut penyelesaian persoalan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia karena tidak adanya keterbukaan informasi. Mahfud merujuk pengalamannya menjadi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dimana data-data penyerobotan lahan selalu dianggap rahasia. Padahal, rakyat yang merasa dirugikan memiliki data-data yang dimaksud.

"Sebenarnya, persoalan penyelesaian SDA dan energi ini selalu harus selaras dari hulu ke hilir, keterbukaan informasi agraria termasuk kehutanan. Saya punya pengalaman dalam sidang-sidang yang bahas ini, informasinya tertutup. Siapa yang punya lahan ilegal di sebelah sana, ketika dibuat daftar tak ada. Sementara masyarakat punya data. Ketika ditanyakan baru ditunjukkan. Jadi, penyelesaiannya tak dapat menyeluruh,” ucap Mahfud.

Mahfud merasa dalam penyelesaian konflik agraria, tidak boleh ada data yang dirahasiakan. Karena itu akan merugikan masyarakat yang tanahnya diserobot.

"Permainannya buruk. Selalu disembunyikan. Tak ada peyelesaian menyeluruh. Harus ada keterbukaan data-data itu jadi basis penyelesaian. Kami ikut dalam upaya penyelesaian satu peta,” ujar Mahfud.

Hal itu disampaikan Mahfud dalam debat keempat Pilpres 2024 yang mempertemukan para cawapres di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Ahad (21/1/2024) pukul 19.00 WIB. Adapun tema debat mengangkat tema Energi, Sumber Daya Alam (SDA), Pangan, Pajak Karbon, Lingkungan Hidup, Agraria, dan Masyarakat Adat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement