REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, mengatakan dukungan terhadap pasangan capres-cawapres, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, merupakan pertaruhan besar bagi Partai Demokrat.
Diketahui partai berlambang bintang mersi itu menurut Khoirul sudah 10 tahun absen dari kekuasaan. Sehingga dengan kemenangan Prabowo-Gibran, besar kemungkinan Demokrat akan kembali berada di lingkaran kekuasaan.
"Menang atau kalahnya Prabowo-Gibran akan menjawab asa Partai Demokrat bisa atau tidak kembali masuk ke dalam pemerintahan," kata Khoirul, Selasa (30/1/2024).
Khoirul menyebut jika Demokrat berkerja optimal, Paslon 02 Prabowo-Gibran akan mendapatkan insentif elektoral di basis-basis kekuatan Demokrat. Terutama di wilayah Jawa Timur area Mataraman atau Selatan, lalu Jawa Barat, Banten, Aceh, Sumatera Barat.
Lalu juga di beberapa simpul kekuatan di wilayah Indonesia Timur, khususnya Papua, yang mana politisi Demokrat William Wandik juga menjadi Ketua Umum Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dan juga Istri mendiang Lukas Enembe yang memiliki akar politik kuat di Papua pegunungan juga kini menjadi Caleg Demokrat.
"Artinya, dukungan Demokrat kepada Prabowo-Gibran cukup menentukan, khususnya dalam upaya penguatan target menang satu putaran. Jika Prabowo-Gibran bisa lebih disiplin dan menghindari blunder-blunder dalam sikap dan statemen publiknya, kemungkinan menang satu putaran cukup berpeluang diantisipasi," ucap Khoirul.
Di sisi lain, lanjut Khoirul, Demokrat juga bisa mendapatkan keuntungan politik tersendiri lewat keberpihakannya pada Paslon 02 Prabowo-Gibran. Sebab, selain memiliki magnet politik sendiri sejak Pemilu 2004, Demokrat juga bisa memperoleh efek ekor jas dari Prabowo-Gibran.
Karena karakter swing voters dan DNA pemilih di Indonesia umumnya cenderung digerakkan oleh tren umum dan dinamika isu jelang Pilpres, dimana para pemilih cenderung terbawa ikut-ikutan mendukung Paslon tertentu yang memiliki kemungkinan menang lebih besar dalam Pilpres.
Khoirul menyebut dinamika politik semacam ini seringkali terjadi dan menggeliat di akar rumput, sebagai fenomena politik alamiah yang secara sosio-antropologis, terbukti terjadi di Pilpres 2009, 2014, dan juga 2019.
"Karena itu, narasi Demokrat yang belakangan digemakan AHY tentang pentingnya keberlanjutan dan perbaikan, sebagai derivasi nama lain dari perubahan, cukup relevan dan bisa ia kapitalisasi untuk penambahan kekuatan suara di Pemilu 2024 ini," kata Khoirul menambahkan.