Senin 05 Feb 2024 17:17 WIB

Bawaslu Jatim Proses 5 ASN dan 1 Kepala Desa Soal Netralitas

Bawaslu Jatim memproses lima ASN dan satu kepala desa soal netralitas di Pilpres 2024

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi ASN. Bawaslu Jatim memproses lima ASN dan satu kepala desa soal netralitas di Pilpres 2024
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ilustrasi ASN. Bawaslu Jatim memproses lima ASN dan satu kepala desa soal netralitas di Pilpres 2024

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kordiv Humas dan Data Informasi Bawaslu Jatim, Dwi Endah Prasetyowati mengungkapkan pihaknya telah menerima sejumlah laporan terkait netralitas ASN dan kepala desa pada Pemilu 2024. Endah mengungkapkan, setidaknya ada enam laporan yang diterima. Lima terkait netralitas ASN dan satu kepala desa.

"Pasuruan satu laporan, Bojonegoro satu, Ngawi satu, Bangkalan satu, dan Jember dua laporan. ASN sama kepala desa. Data lengkapnya nanti kita belum breakdown, yang mana yang ASN dan yang mana yang kepala desa," kata Endah, Senin (5/2/2024).

Baca Juga

Endah menjelaskan, keenam laporan yang masuk tersebut semuanya terkait netralitas, baik ASN maupun kepala desa. Rata-rata, kata Endah, pelanggaran yang dilakukan adalah lantaran yang bersangkutan terlibat pada acara kampanye.

"Keenam ini semuanya soal netralitas. Kalau netralitas ini kan berarti mereka terlibat dalam proses kampanye. Mereka ada yang hadir pada saat kampanye," ujarnya.

Endah memastikan, pihaknya telah mengeluarkan rekomendasi terkait enam laporan yang masuk. Untuk ASN yang melakukan pelanggaran, rekomendasi diberikan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Adapun untuk kepala desa, rekomendasi diberikan kepada kepala daerah.

"Wilayah Bawaslu itu hanya merekomendasikan. Nanti di sana memenuhi unsur bagaimana netralitas atau tidaknya. ASN itu ke KASN kalau kepala desa itu ke kepala daerah," ucapnya.

Endah mengungkapkan, potensi sanksi yang bisa dijatuhkan jika mereka terbukti melanggar bentuknya berbeda. Tergantung pelanggaran yang dilakukan. Apakah masuk kategori ringan, sedang atau berat.

"Di sana ada sanksi ringan, sedang, bahkan kalau yang berat bisa sampai diberhentikan. Tapi semuanya yang punya kapasitas memberikan sanksi itu lembaga lain. Bukan kami," kata Endah.

"Kami hanya merekomendasikan bahwa di sana itu ada dugaan pelanggaran. Jadi rekomendasi itu adalah dugaan pelanggaran netralitas. Setalah rekomendasi itu kita layangkan, mereka punya mekanisme sendiri, lembaga terkait tersebut," tambah Endah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement