REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan kembali bahwa Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilu (Sirekap) hanyalah alat bantu, bukan hasil resmi penghitungan suara. Hasil penghitungan suara yang menentukan adalah dari rekapitulasi secara berjenjang mulai tempat pemungutan suara (TPS), kecamatan, kabupaten/kotta hingga tingkat pusat.
"Sirekap juga kita siapkan sebagai bentuk akuntabilitas, transparansi, dan hasil. Sekali lagi, alat bantu. Bukan hasil resmi penghitungan rekapitulasi suara," ucap Komisioner KPU RI, Betty Epsilon Idroos di Jakarta, Sabtu (17/2/2024).
Berdasarkan data hingga pukul 12.00 WIB, Sirekap sudah menayangkan 64,8 persen dari jumlah total TPS, yakni 533.435 TPS dari total 823.236 TPS di seluruh Indonesia untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. Sementara untuk pemilihan DPR RI, dari seluruh TPS sudah dapat menayangkan 48,94 persennya, yakni 402.911 TPS.
"Tapi untuk pemilu DPRD (provinsi, kabupaten/kota) dan DPD bisa dicek di masing-masing provinsi," terang Betty.
Menurut Betty, ada banyak upaya serangan terhadap aplikasi Sirekap dan masih banyak kekeliruan secara teknis terkait input data di lapangan. Oleh sebab itu, pihaknya merasa perlu terus memperbaiki mitigasi agar hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. KPU berjanji menindaklanjuti sorotan publik terkait Sirekap.
"Sebagai bentuk atensi sebagai bentik masukan dari publik tentu menjadi perhatian dan ditindaklanjuti menjadi bagian dari akuntabilitas dan transparansi KPU," kata Betty.
Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asyari juga memastikan Sirekap hanya alat bantu untuk memudahkan semua pihak dalam mendapatkan informasi perolehan suara berdasarkan formulir C dari penghitungan di TPS. Jika ada kesalahan, kata dia, koreksi dilakukan pada proses rekapitulasi di tingkat kecamatan, yang hasilnya juga diunggah ke dalam Sirekap.
"Jadi ini kepentingannya (Sirekap) yang pertama adalah mempercepat publikasi. Kemudian yang kedua mempermudah siapa pun untuk bisa mengakses informasi tersebut," ucap Hasyim.