REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Raihan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dalam real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sepekan terakhir menjadi sorotan banyak pihak. Pasalnya, raihan suara PSI yang pada pekan lalu masih 2,69 persen melejit menjadi 3,13 persen persen pada Senin (4/3/2024).
Kenaikan suara PSI yang tiba-tiba mendekati ambang batas 4 persen untuk bisa melaju ke parlemen itu tidak sesuai dengan hasil quick count sejumlah lembaga survei. Pasalnya, rata-rata menunjukkan bahwa partai berlogo tangan memegang bunga mawar itu tak sampai 3 persen.
Hasil quick count yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) dengan data masuk 100 persen, misalnya, menunjukkan bahwa PSI hanya meraih 2,79 persen suara nasional. Survei itu secara systematic random sampling dengan jumlah 2.000 TPS dipilih proporsional di masing-masing dapil.
Sementara hasil quick count Poltracking Indonesia, dengan data masuk 99,3 persen dari 3.000 sampel TPS, suara PSI hanya 2,89 persen. Dengan margin of error kurang lebih 1 persen, suara PSI berada di rentang 2,74-3,05 persen.
Sedangkan hasil quick count Cyrus Network dan CSIS, dengan data masuk 99,95 persen, PSI hanya meraih 2,67 persen. Adapun quick count yang dilakukan dua lembaga itu dilakukan menggunakan multistage random sampling, dengan sampel 2.000 TPS.
Terakhir, hasil quick count Indikator, dengan data masuk 100 persen, menunjukkan suara PSI hanya 2,65 persen. Adapun metodologi yang digunakan adalah stratified cluster random sampling dengan sampel 3.000 TPS.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, kemungkinan untuk memainkan injeksi suara dengan memanfaatkan tingkat partisipasi pada pemilihan legislatif. Sebab, Faktanya tingkat partisipasi di pilpres dan pileg berbeda.
"Banyak pemilih datang ke TPS tapi hanya mencoblos pilpres, tapi tidak mencoblos kertas suara lain. Kertas suara pileg yang tak terpakai ini bisa disalahgunakan oleh KPPS nakal," kata dia melalui X, Sabtu (2/3/2014).