REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah menyuarakan hak angket kecurangan pemilu di rapat paripurna, Selasa (5/3/2024). Ia mengonfirmasi bahwa aspirasi yang disampaikan tersebut tidak atas arahan dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
"Tidak ada arahan karena beliau percaya kita, tahu apa fungsi kita. Selama ini saya tidak pernah dilarang untuk bicara apapun. Sepanjang tidak ada larangan sih," kata Luluk kepada wartawan, Rabu (6/3/2024).
Luluk mengatakan, persoalan hak angket merupakan hak masing-masing personal anggota dewan. Sehingga menurutnya sah-sah saja setiap individu anggota dewan menyuarakan aspirasi mengenai masalah yang diresahkan oleh warga.
Menurut penuturan Luluk, dari Fraksi PKB sendiri sudah ada beberapa anggota dewan yang siap mengusung dan mengawal hak angket kecurangan Pemilu 2024. "Sudah ada mungkin sekitar 7 (anggota fraksi PKB), sudah ada nama dan sudah siap dan beberapa diantaranya juga sudah memberikan banyak statement terkait hak angket," ujarnya.
Luluk mengaku semangat mengusung hak angket itu bergulir seiring dengan banyaknya keresahan dari masyarakat mengenai dugaan kecurangan pemilu 2024. Ia menyebut, DPR sebagai lembaga politik dan secara konstitusional juga dijamin negara, memang perlu menyelidiki masalah tersebut melalui hak konstitusionalnya seperti hak angket.
"DPR perlu untuk melakukan penyelidikan adanya dugaan yang terkait dengan kecurangan, abuse of power, atau kemudian hal-hal lain dari mulai proses dan kemudian pelaksanaan pemilu, proses pemilu, pelaksanaan pemilu, sampai mungkin juga hasil pemilu dan hal-hal terkait dengan ini semuanya sehingga biar semuanya titik terang," jelasnya.
Diketahui sebelumnya Fraksi PDIP, PKB, dan PKS sepakat mengusulkan hak angket. Hal itu disampaikan saat menginterupsi Rapat Paripurna ke-13 DPR Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 pada Selasa (5/3/2024). Dalam kesempatan rapat paripurna tersebut, Cak Imin yang merupakan Wakil Ketua DPR RI tidak hadir.
Anggota DPR Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah dalam interupsinya menegaskan, pemilu harus berdasar pada prinsip kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan etika yang tinggi. Jangan sampai ada upaya mobilisasi aparat negara untuk memenangkan satu pihak tertentu.
"Tidak ada boleh satupun pihak-pihak yang mencoba memobilisasi sumber daya negara, untuk memenangkan salah satu pihak. Walaupun mungkin itu ada hubungan dengan anak saudara, kerabat, atau relasi kuasa yang lain," ujar Luluk dalam Rapat Paripurna ke-13 DPR Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (5/3/2024).
"Pemilu tidak bisa dipandang hanya dalam konteks hasil. Lebih dari itu, konteks proses harus juga menjadi cerminan kita semua untuk melihat apakah pemilu telah dilangsungkan secara jujur dan adil," katanya menambahkan.
Kendati demikian, Pemilu 2024 justru tercoreng dengan adanya dugaan intimidasi, politisasi bantuan sosial (bansos), pelanggaran etika, hingga intervensi kekuasaan. Ia melihat, Pemilu 2024 menjadi kontestasi yang brutal dan sangat menyakitkan.
Tercorengnya Pemilu 2024 juga telah disuarakan oleh akademisi, tokoh agama, mahasiswa, dan berbagai elemen masyarakat. Mereka menyatakan, etika dan moral politik berada di titik minus dalam kontestasi nasional tahun ini.
Sebagai informasi, hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat. Termasuk hal-hal yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan pansus hak angket harus berdasarkan urgensi dan memenuhi syarat. Syarat penggunaan hak angket ini diatur dalam Pasal 199 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
Dalam Pasal 199 Ayat 1 berbunyi, "Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 Ayat 1 huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi".