Kamis 25 Jan 2024 12:33 WIB

Analisis Yusril Soal Presiden Boleh Berkampanye, dari Pasal 280 Hingga Code of Conduct

Pakar hukum Yusril Ihza Mahendra menganalisi soal presiden boleh berkampanye.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra. Pakar hukum Yusril Ihza Mahendra menganalisi soal presiden boleh berkampanye.
Foto:

Yusril mengingatkan regulasi yang ada tidak menyatakan Presiden harus netral, tidak boleh berkampanye dan tidak boleh memihak. Yusril meyakini ini adalah konsekuensi dari sistem Presidensial.

"Sistem Presidensial yang kita anut tidak mengenal pemisahan antara Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, dan jabatan Presiden dan Wapres maksimal dua periode sebagaimana diatur oleh UUD 45," ujar Yusril. 

Mantan Menkumham itu menyatakan jika presiden tidak boleh berpihak, maka seharusnya jabatan presiden dibatasi hanya untuk satu periode. Jika ada pihak yang ingin Presiden bersikap netral, Yusril mempersilakan pihak tersebut untuk mengusulkan perubahan konstitusi.

"Itu (agar presiden netral) memerlukan amendemen UUD 1945. Begitu pula Undang-Undang Pemilu harus diubah, kalau Presiden dan wakil presiden tidak boleh berkampanye dan memihak. Aturan sekarang tidak seperti itu, maka Presiden Joko Widodo tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak," ujar Yusril. 

Soal code of conduct...

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement